Dec 5, 2010

Cerpen Nandha Ramadhan

Cerpen Nandha Ramadhan - Cerpen ini melengkapi kumpulan cerpen lainnya yang sudah dipublikasikan di blog ini untuk kategory cerpen Religi. Sebelumnya sudah ada cerpen cinta dan cerpen persahabatan serta cerpen remaja. tinggal cerpen lucu saja yang belum ada. Hayo, siapa yang mau ngirim cerpen lucu? Hehe...

Sembari bikin cerpen lucu, mari kita simak dulu cerpen kiriman dari Nandha Ramadhan berikut ini:

Ketika Hidayah Menghampiri Kehidupanku

Udara pagi yang membasahi rimbunnya pepohonan didepan rumah, membuatku malas untuk bangun karena kesejukannya menusuk hingga ketulang belakang.

“Oriz, bangun…..,” suara Ibu memanggilku.

“Ia Bu!!”, balasku diikuti dengan langkah kecilku menuju kamar mandi untuk berwudhu, sholat dan bergegas berangkat kesekolah.

Aku kelas 3 SMP dan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakakku cowok, serta aku memiliki kedua orang tua yang masih hidup. Jika dilihat dari kejauhan, aku adalah anak yang paling bahagia didunia, tapi sebenarnya, hidupku penuh duka dan tidak ada seorang pun temanku yang mengetahuinya karena aku anak yang paling tertutup. Ayah dan Ibuku tidak pernah akur dan kakakku tidak pernah menganggapku sebagai adiknya. Kakakku masih kelas 2 SMAN tepatnya, tapi kenakalannya tak seperti anak sekolah pada umumnya. Kak Angga tidak pernah menganggapku sebagai adiknya, bahkan dia selalu menganggapku penyebab pertengkaran Ayah dan Ibu.

“Rabb… kapan aku dapat melihat secercah cahaya kehidupan dalam hidupku?,” Batinku memohon pada sang ilahi Rabbi.

Sepulang sekolah seperti biasanya aku pergi menonton TV agar perasaan beku ini mencair, walau hanya setetes. Film kartun yang lucu tak sedikitpun membuatku tersenyum. Rasanya sulit untuk mengatakan bahwa aku bahagia hidup didunia dan dilahirkan dikeluarga seperti ini.

“Hidayah ayo masuk!!” ajak kakakku pada temannya.

“Eh …. Iya,” jawab teman kakaku

“Angga, kamu kok nggak ngasih tahu aku kalo kamu punya adik yang cantik!,” lanjutnya.

Sungguh batin ini ingin memaki-maki teman kakakku karena dia sudah berani menatapku dalam-dalam, tapi apa yang dapat diperbuat oleh wanita lemah ini. Dia adalah teman kakakku yang baru kali ini aku lihat.

“Hai nama ku Hidayah, kalau kamu?,” katanya memperkenalkan diri padaku.

Belum menjawab pertanyaannya, aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan mengambil langkah seribu. Aku tidak peduli apapun yang dia fikir tentangku.

“WAH, adik kamu beda yah dengan cewek-cewek lain, kayaknya aku tertarik deh sama dia,” lanjutnya lagi.

*****

Hari-hariku sepulang sekolah tidak terlepas dari teman kakaku yang tak pernah absen datang kerumah. Ia juga sering makan, setelah itu dengan berbaik hati, dia membersihkan piring kotor. Biasanya Ayah dan Ibu jarang di rumah jadi dialah yang membersihkan rumah. Heran dengan teman kakakku yang satu itu, 6 bulan dia selalu datang ke rumah untuk memperkenalkan dirinya kepadaku, tapi sedikitpun aku tidak ingin berteman dengannya.

“Hari ini kok dia tidak datang yah, ADUUH… ngapain sih mikirin orang aneh itu!,” batinku mengingat-ingat kejadian yang telah lewat.

“Itu dia, tapi kok dia tidak menghampiriku sih!,” lanjut batinku melihat sesosok yang tidak asing bagiku.

“ EH tumben kok tidak memperkenalkan diri lagi, sudah kapok yah?,” tanyaku padanya.

“KENAPA? KAMU MAU!,” katanya dengan nada yang keras.

“ENGGA LAH, justru bagus kalo kamu tidak mengusikku lagi !,” kataku lebih lantang.

Tak lama kemudian, aku menghampiri ketempat duduknya. Entah mengapa, ada rasa yang membuatku ingin berteman dengannya. Rasa yang memnbuatku menjadi makhluk termunafik sedunia. Rasa yang tak dapat ku tepis dan menjadikanku makhluk yang ingin meminta maaf kepada cowok yang bernama Hidayah.

“Hidayah, ini aku buatkan susu, tapi temani aku main computer yah. Ngomong-ngomong, aku Oryza sativa. Panggil saja aku oriz,” kataku sembari memberinya minuman tanda permintaan maafku padanya.

“kok rasanya manis banget sih,”tanyanya

“rasanya pas kok, hanya saja kamu ada didekat cewek yang poaliing manis, jadi rasanya berubah,” kataku sambil memperkenalkan deretan gigiku.

Kami pun cerita bersama sambil bermain game dikomputer hingga tak terasa kami berdua mendapatkan poin tertinggi. Itulah awal dari pertemanan kami, hingga 7 bulan ia menyatakan perasaannya padaku.

“Oriz aku bukan seorang puitis, yang pandai mendendangkan syair yang indah, bukan seorang milioner yang dapat memberimu hadiah yang mahal lagi kamu senangi, bukan seorang bangsawan yang mampu memperlihatkan tahta yang melimpah, karena aku seorang Hidayah yang mencintaimu lebih dari kamu tahu. Percayalah ini awal dari besarnya perasaanku, jika kamu menolakku”,katanya padaku dengan nada yang datar.

“Kamu tahu aku kan!, aku tumbuh tanpa ada cinta dikeluarga ini, hanya ini yang dapat kamu perbuat untukku? TIDAK! Ini hanya cinta yang semu. Jangan pernah kamu mengucapkan kata yang tak pantas kamu ucapkan karena itu akan membuat aku sakit.,”kataku dengan perasaan yang bercampur aduk.

“Mungkin aku tidak dapat memberikan sesuatu yang berkesan dalam hidupmu, tapi asal kamu tahu rasa ini tulus. Tidak akan pernah hilang rasa ini terhadapmu, kenapa kamu menolakku?,” katanya.

“Karena kamu adalah teman kakakku dan aku belum pantas untuk pacaran, apa kamu mau berpacaran dengan anak kecil?,” tanyaku.

“Kenapa tidak, tapi terima kasih untuk semuanya,” jawabnya.

Yah, Itulah kalimat terakhir darinya. Aku melihat dikelopak matanya ada setetes embun mata yang tak dapat tertahankan. Setahuku, dia bukan anak mami yang selalu menangis, tapi entah apa yang membuatnya seperti itu. Akupun tak tahu mengapa rasa ini “hampa” .

Tujuh tahun kemudian, aku bertemu dengannya. Dia tak lagi menjadi sosok cowok yang cool dan ganteng karena ia tak lagi dapat melihat. Setelah kejadian “penembakan cinta” yang dilakukannya padaku, selang 2 bulan kakakku kecelakaan dan kornea matanya rusak. Entah apa yang merasukinya, akhirnya ia memutuskan mencangkokkan korneanya kepada kakakku. Hebatnya lagi semenjak kejadian itu, bukan hanya kakakku dapat melihat kembali, tapi keluargaku bersatu kembali dan kak Angga sangat menyayangiku.

“Kak Hidayah, ini undangan pernikahanku, saya harap kakak dapat menghadirinya,” kataku sembari memberikan undangan.

“Insya Allah aku akan datang,” jawabnya.

“Maafkan aku kak, percayalah Allah telah menyiapkan Bidadari untukmu di Surga karena kamu yang mengajariku arti “cinta tak bersyarat” dan memberikan keluargaku “Hidayah,” kata batinku diiringi air mata.
=================================================================

Cerpen berjudul Ketika Hidayah Menghampiri Kehidupanku ini ditulis oleh Nandha Ramadhan.