Oct 31, 2011

SURAT TERAKHIR DARI LIA

SURAT TERAKHIR DARI LIA

Oleh: Ulfa Mia Lestari
Tak ada lagi suara tawa itu.Suara tawa Lia yang selalu manis terdengar di telinga Eric.Kini Lia telah berada di dalam pelukan dan tangisannya.Bersama sang ibu yang juga turut menangis.

    Tiba-tiba Eric melihat sepucuk surat di atas meja.Dengan air mata yang membashi wajahnya tampannya itu,juga lengan kanan yang patah,ia membuka surat itu dan membacanya.


                                                               Jum’at,28 Januari 2011



Dear,Kak Eric



    Dari sini kugoreskan pena menulis sesuatu yang pernah kita alami.Jalan hidup yang kurasa cukup sulit untuk kita lalui.Pernikahan yang seharusnya  bahagia malah berakhir malapetaka.

    Tanggal dua puluh tiga kemarin,kita sudah ada di sebuah gereja yang cukup megah.Berdiri di depan para tamu undangan sebagai calon suami istri.Raut muka bahagia telah terukir dengan sendirinya.Pendeta yang membacakan syair cinta membuat hati bergetar mendengarnya.Saat ia telah sampai di kalimat,”Apakah semua bersedia?”tiba-tiba terdengar suara,”Hentikan!”Betapa terkejut hati ini .Siapakah orang yang tidak menyetujui perkawinan kita?Saat aku berbalik,telah ada seorang perempuan tua di depan pintu.Ia adalah ibuku.

    Bagaimana mungkin ibu tidak menyetujuinya? Sedangkan ia tahu,bahwa pernikahan ini akan berlangsung.Semua mata memandang ke arahnya.Dengan mantap ia berkata,”Pernikahan ini tidak boleh terjadi!”Semua orang tercengang mendengar kata-kata itu.”Lia!Eric itu kakakmu!”teriak ibu menunjuk ke arahmu.Jantungku berdetak kencang terasa.Apa maksud perkataan ibu?Bagaimana mungkin kau adalah kakakku?Badanku terasa lemah tak kuat berdiri.

    “Aku bisa membuktikannya!”teriaknya lagi.Lalu muncul seorang pria setengah baya memakai jaket kulit berwarna hitam.Dengan wajah lusuh ia berkata,”E,Eric adalah kakak kandung Lia.”Kudegar kau berteriak sembari berlari ke arah pria itu,”Apa maksudmu?!”

    “Kenapa kau diam saja?Ayo bicara!”teriak ibu.Kulihat air mata mengalir melewati pipinya yang telah keriput.Dengan terbata-bata,pria itu mulai bicara,”Dulu,tepatnya dua puluh dua tahun yang lalu saya masih bekerja sebagai tukang sol sepatu.Penghasilan yang sedikit dan caci maki orang-orang yang sombong selalu saya terima.Sebagai manusia biasa lama-lama saya juga tidak tahan juga.

    “Tidak sengaja saya melihat ibu ini membawa seorang bayi.Tiba-tiba setan merasuki fikiran saya saat melihat ibu ini membuka dompetnya yang penuh dengan uang.Saya berfikir,pastilah ia orang kaya.Muncul niat buruk saya untuk menculik bayi itu dan meminta tebusan.

    “Saat ibu ini masuk ke toko buku,saya mengikutinya.Toko yang sepi itu kumanfaatkan untuk melaksanakan niat buruk saya.Saat ibu ini lengah saya ambil bayinya yang ditaruh di kereta bayi.Dia yang mengetahui hal itu,berteriak minta tolong.Saya pun lari ketakutan.Dengan tetap menggendong bayi itu saya lari menjauhi pasar itu.Namun di tengah jalan,ada seorang pri menghadang saya.Sepertinya ia tahu kejadian  saat di pasar tadi.Karena begitu melihat saya ia langsung menghajar saya habis-habisan.Lalu ia membawa byi itu ke dalam mobil meninggalkan saya.

    “Bayi itu adalah anda Eric.Dan pria itu adalah orang yang selama ini mengurus anda,yang anda anggap ayah anda,”ia pun menundukkan kepala.

    Setelah mendengar perkataannya,kepalaku seakan-akan tertimpah batu yang besar.Semua menjadi gelap.Yang ku dengar terakhir kali adalah suara Leni teman kuliahku yang ada di gereja dan suara ibu memanggil namaku.Setelah itu aku tidak tersadarkan diri.

    Ketika aku bangun,aku sudah ada di rumah sakit.Mulutku dipasangi selang oksigen.Tidak ada siapa pun di sana.Aku sendirian terbaring tak berdaya di atas tempat tidur rumah sakit.

    Tidak lama kemudian,seorang suster masuk ke dalam ruanganku.Ia tersenyum padaku lalu berkata,”Ternyata sudah sadar?”Aku tidak dapat berkata apa-apa melainkan hanya mengedipkan mata sebagai isyarat bahwa perkataannya benar.

    Aku mencoba bangun.Namun,tidak bisa.Mataku menatap menatap suster yang sedang memeriksa selang infusku.Susuter itu ternyata mengerti maksudku,bahwa aku ingin bicar sesuatu tapi,tidak bisa.Lalu ia membuka selang oksigen dari mulutku.”Anda mau bicara apa?”ia tersenyum padaku.Dengan terbata-bata aku menjawab,”Keluarga ku mana,Sus?”

    “Mereka sedang mengurus administrasi.”

“Kalau kak Eric?”

“Eric?Aduh yang mana ya?Apa pemuda yang memakai Jas hitam?Umurnya sekitar 16 tahun?”Aku menggeleng.”Wah,maaf saya tidak tahu.Sepertinya tidak ada laki-laki lain tadi,selain yang saya sebutkan.Maaf selang oksigennya harus saya pasang lagi,”jawabnya.Ia pun kembali memasangkan selang oksigen itu ke dalam mulutku lagi.

Aku kemudian berfikir lagi.Seingatku,kau memakai jas warna putih.Pri berumur 16 tahun,hanya Ferdi,adik Leni.Lantas kemanakah kau,kak?

Terbayang kembali kejadian tadi pagi.Bukankah,seharusnya detik ini juga kau sudah menjadi suamiku?Tapi,tiba-tiba,dalam waktu yang seakan singkat sekali,kau menjadi kakakku.Selama ini,aku mencintai kakak kandungku sendiri?

Tiba-tiba,kepalaku terasa berat sekali.Pandanganku buyar.Semua yang ku lihat kabur.Gelap.Dan gelap.Aku pun kembali tak sadarkan diri.

Saat aku terbangun,ruangan itu sudah gelap.Sudah malamkah ini?Tak lama kemudian Leni datang dan mendekatiku,setelah menghidupkan lampu.Kali ini,aku bisa sedikit bergerak.Ku coba membuka selang okssigen di mulutku.

Di mana kak Eric,Len?”tanyaku.”Eric di sini kok.Kau tenang saja,”jawabnya.

“Lalu di mana dia?”

“Ada kok.”

“Bisa tolong panggilkan,Len.Aku ingin bicara sesuatu padanya.”

“Emm,anu.Kalau sekarang belum bisa,Lia.”

“Memangnya kenapa,Len?”

“Emm...Itu...anu,emm...”

“Kenapa,Len?”Wajahnya nampak cemas.Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikannya.”Kenapa dengan kak Eric,Len?”kutekankan pertanyaanku padanya.Aku semakin cemas.

“Kau jangan sedih ya...”Aku masih menunggu jawabannya.”E,Eric...Kecelakaan saat kau pinsan kemarin.Jadi,saat kau pinsan,semua orang panic termasuk Eric.Lalu ia langsung membawamu ke mobilku.Tapi,karena mobilku sudah penuh,terpaksa Eric menggunakan mobilnya sendiri  dan mengikutiku dari belakang.Aku pun bergegas menancap gas,bersama Ferdi dan ibumu  yang memangkumu di tempat duduk belakang.

“Ibumu terlalu panik,karena kau tak kunjung sadar. Aku pun jadi terbawa suasana.Aku jadi ikut panik.Setelah melewati tikungan tajam,aku menambah kecepatan mobilku.Bersamaan dengan itu,mobil truk yang melintas berlawanan dengan mobilku,sepertinya menabrak mobil di tikungan tadi.Saat itu,yang terfikir olehku adlah Eric.Di mana Eric?Begitu fikirku.Ku lihat kaca spion.Namun,tidak tampak mobil Eric.Sempat terlintas di fikiranku,apakah yang tertabrak truk tadi adalah Eric?

“Fikiranku itu hilang seketika saat Ferdi berkata”Apa kak Eric terjebak macet ya,kak?Mobilnya tidak ada di belakang kita.Lagi pula di tikungan itu ramai sekali.”Aku pun mulai berfikir,mungkin memang benar ia terjebak macet.

    “Di tikungan kedua aku kembali melihat ke arah kaca spion.Ada sebuah mobil sedan warna putih.Ku kira itu mobilnya Eric.Aku pun sedikit lega.

    “Saat sudah sampi di rumah sakit,mobil itu juga berhenti. Bertambah yakinlah aku,kalau Eric benar-benar baik-baik saja.Namun,saat seseorang keluar dari mobil itu,bukan Eric yang keluar.Melainkan orang lain.Aku kaget bukan main.Saat itu,yang kufikirkan hanya Eric.Di mana Eric?

    “Ferdi dan ibumu mengangkatmu ke dalam rumah sakit yang langsung di sambut oleh para perawat di sini.Kau segera di gelandang ke ruang UGD.Sementara ibumu mengurus administarasi,aku memanggil Ferdi untuk kembali ke tempat terjadinya kecelakaan tadi.

    “Sesampainyabdi sana,masih seramai tadi.Aku pun segera turun dari mobil.Dengan susah payah aku mencoba masuk ke dalam kerumunan itu.Saat ku lihat,Eric telah terkapar berlumuran darah.Segera ku panggil Ferdi.Ku suruh ia membantuku mengangkat Eric.Yang aku herankan keapa tak ada orang yang membawanya ke rumah sakit.

    “Ku tancap gas secepat mungkin.Aku melesat secepat angin di musim dingin.’Kepala kak Eric terus mengeluarkan darah,kak!Sepertinya lengannya juga patah.’kata-kata Ferdi membuatku makin panik.Aku mencoba melesat secepat mungkin.

“Sesampainya di rumah sakit Eric juga di gelandang ke ruang UGD.

“Ibumu yang tahu hal itu menyusulku di ruang tunggu.’Ada apa ini,Len?Ada apa?Kenapa Eric?’ia mengguncang-guncangkan tubuhku.Aku hanya diam.Ferdilah yang menjawabnya.Ku lihat ibumu duduk di sudut ruangan.Sayup-sayup aku mendengar ia mengucap do’a.’Ya Tuhan.Janganlah kau berikan ujian yang berat ini terhadap kedua anakku.’Mendengarnya aku jadi teringat dirimu.Lalu aku menjengukmu.Tapi,kau belum sadar.Akhirnya aku membeli beberapa makanan di luar.Saat aku masuk kembali kemari,ibumu sudah tidur di sana.Sampai,sekarang Eric belum siuman.”

Ku lihat air mata mengalir melewati pipinya yang putih bersih.Aku kembali terbayang saat kita masih mejadi sepasang kekasih.Susah senang kita lalui bersama.Masa-masa indah menurutku.Bayangan kejadian kemari pun juga kembali.Semuanya bertumpuk menjadi satu.Kepalaku kembali terasa berat.Pandanganku kembali kabr.Dan akhirnya semuanya menjadi gelap dan gelap.

Di dalam alam bawah sadarku,aku melihat sebuah gereja yang megah.Semuanya terbuat dari emas.Dari atap,dinding,lantai gerbang sampai pasirnya pun terbuat dari emas.Di sebelah kirinya ada telaga yang airnya begitu bening.Pohon-pohonnya rimbun dan tertata rapi.Burung-burung berkicau dengan riangnya.

Lalu di sudut bangunan itu aku melihat seorang lelaki yang berlari ke arahku.Samar-samar nampak jelas wajahnya.Dia,dia adalah ayah.Aku pun berlari ke arahnya.Memeluk tubuhnya erat.Hangat dan wangi.Ia mengajakku untuktinggal di sana.Aku bilang aku harus bicara pada ibu dan kak Eric dulu.Ayah puun mengizinkan dan berjanji akan menungguku di sana.

Saat aku bangun,kau sudah ada di sampingku.Aku tidak mengerti.Mengapa kau bisa ada di sini?Bukankah kau sedang koma?Ku lihat kalender meja di sampingku.Tanggal 28 Januari 2011.Ya Tuhan!Berapa hari aku pinsan.Bahkan sampai kau sembuh.

Ku lihat lengan kananmu di balut dengan kain.Sepertinya kau benar-benar sakit parah.Ku belai rambutmu.Ku puaskan menatap wajahmu yang tampan yang mungkin aku tidak akan melihatnya lagi.Ingin aku mendengar suaramu dan berpamitan denganmu.Namun aku tidak tega membangunkanmu.

Akhirnya ku tulis untuk mengucapkan ”Selamat Tinggal Kak EricIngatlah satu hal, kak. Aku benar-benar menyayangimu. Titip ibu ya, kak. Aku tunggu kau di ana bersama ayah.


                                                           Adikmu,

                                                          

                                                          Lia...

    Mengalir air mata air Eric,membasahi surat itu.Ia tidak menyangka Lia akan pergi secepat itu. Bahkan, ia belum sempat membahagiakannya. Dia hanya bisa berdo’a agar Lia dapat bahagia di sana.
=============================================================

BIODATA PENULIS:

NAMA :ULFA MIA LESTARI
ALAMAT :KOTAGAJAH, LAMPUNG TENGAH
TTL : KOTAGAJAH,05 AGUSTUS 1996
NAMA FB : MIA NSS LESTARI