Dia Itu Kakakku
oleh: Itsna Bahauddien
Pagi hari itu masih terlihat Ama yang masih terbaring di tempat tidur di dalam kamarnya. Dari pancaran matanya, terlihat jelas dia sedang dilanda rasa sedih yang begitu mendalam. Betapa tidak, sebulan yang lalu baru saja dia menjadi yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal dunia akibat mobil yang dikendarainya bertabrakan dengan truk kontainer sesaat setelah mengantarnya ke rumah neneknya, rumah yang ditempatinya saat ini.
“ Ama..., kamu mau berangkat apa nggak ? kalau mau berangkat itu ada mas Andri dibawah, ntar nenek suruh dia buat nganter kamu.” Dari luar kamarnya, terdengar neneknya yang mengetuk pintu sambil berusaha membangunkannya.
“ iya nek, Ama udah bangun kok. Ini lagi mau mandi.” Ucapnya yang berusaha meyakinkan neneknya meskipun tubuhnya masih tetap terbaring di tempat tidurnya.
Andri sendiri, dia adalah kakak laki-lakinya. Atau lebih tepat dibilang sebagai kakak satu ayah, karena mereka berdua dilahirkan dari ibu yang berbeda. Ayah Ama memiliki dua orang istri, istrinya yang pertama sebenarnya adalah ibu dari ama. Tapi karena sesuatu alasan, ayahnya memilih untuk menikah lagi dengan ibu dari Andri yang memiliki anak terlebih dahulu, baru setelah beberapa tahun kemudian ama dilahirkan dari ibunya. Sejak usianya delapan tahun, ibu kandungnya meninggal dunia dan akhirnya dia harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga kakaknya itu. Karena ayahnya sendiri selalu sibuk dengan pekerjaannya, yang berangkat pagi-pagi dan pulang larut malam.
Hingga setelah beberapa menit, Ama keluar dari dalam kamarnya dan sudah mengenakan pakaian putih abu-abunya. Dia langsung tercengang sejenak setelah melihat kakaknya sedang duduk di ruang tamu dan ngobrol dengan neneknya dengan raut muka yang terlihat seperti gembira. Ama tak begitu menghiraukannya, dan setelahnya dia mencium tangan neneknya dan berjalan keluar ke arah pintu.
“ kamu nggak ngasih salam buat kakakmu ini, Ama ?” ucap neneknya setelahnya.
“ enggak lah, Ama berangkat nek. Assalamu’alaikum.” Ucapnya sambil terus melanjutkan langkahnya dan keluar dari dalam rumah itu. Andri dan juga neneknya menghentikan pembicaraan mereka setelah itu, disertai Andri yang juga menjadi terdiam setelahnya. Sejak dulu hubungan mereka berdua memang tak begitu baik seperti kebanyakan kakak-adik yang lainnya. Lebih lagi ama yang begitu membenci kakaknya itu, karena sejak kecil pelakuan yang diterimanya dan juga kakaknya begitu berbeda. Kakaknya selalu diberikan segala sesuatu yang diinginkannya, sedangkan dirinya hanya bila sedang beruntung saja bisa memperoleh apa yang dia inginkan. Itu dikarenakan perlakuan ibu tirinya yang tentu saja lebih menyayangi anaknya sendiri, terlebih lagi kakaknya yang sejak masuk sma dulu menjadi bertingkah ugal-ugalan dan selalu bersikap seenaknya sendiri. Hal itulah yang membuat ama selalu tertekan dan akhirnya sejak masuk sma dia pindah dan memilih tinggal bersama dengan neneknya disini.
Setelahnya, seseorang yang mengendarai sepeda motor berhenti di halaman rumah itu. Itu adalah Robi, kekasih Ama yang diyakininya satu-satunya orang yang paling peduli terhadapnya. Mereka sudah menjalin hubungan setahun sejak Ama di kelas dua dulu.
“ kita langsung berangkat aja deh yang.” Ucap ama yang langsung membonceng ke atas sepeda motor itu dan bergegas segera ingin pergi dari atmosphere di rumah itu.
“ kamu nggak apa kan ?” ucap Robi dari depannya yang menoleh sejenak sambil berusaha melihat ke arah muka Ama yang memang terlihat sedikit pucat.
“ enggak kok.” Robi memang selalu perhatian pada Ama, dia seperti pangeran impian yang berhasil jatuh cinta pada dirinya. Begitu yang selalu dipikirkan oleh Ama, Robi itu tampan, badannya tinggi, dan dia mendapat beasiswa di sekolahnya karena menjadi atlet basket yang cukup berbakat. Membuatnya menjadi idola dari beberapa siswi sekolah itu, dan yang berhasil dicintainya adalah dirinya.
Hingga malam hari itu, akhirnya Ama menginjakkan kakinya lagi di rumah neneknya. Neneknya langsung membuka pintu setelah mendengar ucapan salam darinya.
“ kamu pulang malam lagi ?, ayo makan dulu sana. Nenek udah masak makanan kesukaan kamu loh.” Ucapnya sambil tersenyum berusaha menghibur ama yang dari kemarin terlihat begitu murung.
“ iya nek, Ama ganti baju dulu ya.” Dan Ama langsung menuju ke kamarnya setelah itu. Di meja makan sendiri sudah ada Andri dan juga neneknya yang sedang menyantap masakan makan malam itu. Dan benar juga, Ama yang langsung tercengang lagi melihat kehadiran orang yang begitu dibencinya di tempat itu.
“ ayo makan dulu.” Ucap neneknya sambil mengambilkannya piring yang diletakkan di depannya setelah dia duduk di sebelah neneknya. Ama masih terdiam sambil mengambil nasi yang berada tak jauh dari gapaian tangannya.
“ darimana lo pulang malam begini ?” ucap Andri berusaha memulai pembicaraannya. Tapi seperti tak begitu berhasil dan membuat Ama menghentikan gerakannya dan menoleh ke arahnya.
“ heh, itu bukan urusan elo yah. Lagian ngapain lo ada disini ? elo udah ditinggal sama ibu lo yang baik hati itu yah ?”
“ jaga omongan lo kalau ngomong lah.”
“ ngapain juga, buat orang kayak elo hal yang kayak gitu nggak perlu.”
“ udah-udah, kalian ini kan kakak sama adik. Nggak usah bertengkar seperti itu” ucap neneknya berusaha melerai kedua dari mereka. “ sebaiknya kamu makan dulu saja ini Ama, kamu juga latihan hormati kakakmu.” Sambungnya lagi, dan dari itu Ama langsung meletakkan sendok yang sudah dipegangnya, dan berdiri dari kursinya.
“ kalau suasana makannya kayak gini sih, Ama jadi nggak nafsu nek.” Dan dia langsung beranjak dari ruang makan itu menuju ke kamarnya. Andri dan neneknya masih melanjutkan makannya di sana.
“ sebenarnya, nenek ingin sekali lihat kalian berdua bisa akur dan saling menjaga satu sama lainnya. Apalagi kan orang tua kalian udah nggak ada. Itu artinya kamu sebagai yang paling tua yang wajib menjaga adikmu yang lebih kecil.” Andri hanya mengangguk saja setelah mendengar lecture dari neneknya itu.
Hingga esok harinyapun, Andri sudah berjalan menuju ke arah neneknnya yang sedang duduk di kursi depan dan juga melihat Ama yang sedang mencim tangan neneknya dan bersiap juga berangkat ke sekolahnya. Andri menghampiri mereka berdua dan berusaha menyapa.
“ Ama, kalau mau gue bisa nganter lo ke sekolah.” Ucapnya lagi sambil tersenyum.
“ nggak usah deh, ntar juga Robi jemput gue.” Dan Ama sambil memalingkan pandangannya berjalan menjauh dari mereka. Dan Robipun sudah berhenti di jalan di depan rumah itu yang hendak menjemput kekasihnya seperti hari-hari biasanya. Dan setelahnyapun mereka berdua langsung melaju setelah Ama naik di belakangnya. Andripun masih memandanginya hingga mereka tak terlihat lagi.
“ apa-apaan cowok itu ? nggak kasih salam sedikitpun sama nenek.”
“ yah itulah anak muda jaman sekarang yang nggak tahu tata krama. Tapi kamu mau kemana pagi-pagi begini Andri ?” ucap neneknya setelah melihat Andri sudah membawa tas dan membawa helm di tangan kirinya.
“ eh, Andri mau ngurusin surat-surat peninggalan bapak sama ibu nek. Katanya harus secepatnya diurus.” Ucapnya yang setelah itu mencium tangan neneknya seperti yang dilakukan Ama sebelumnya, dan meninggalkan tempat itu.
Ama masih berada di sekolah bersama dengan kekasihnya di dalam kantin. Sebenarnya, Robi juga tak satu kelas dengan Ama, tapi karena Robi seharusnya ada tanding basket antar sma, Ama lebih memilih untuk menemaninya daripada duduk didalam kelas yang semakin membuat perasaannya tertekan. Dia masih terdiam sambil memainkan sedotan di dalam gelas yang berisikan minuman yang berwarna hijau itu sambil memandangi Robi yang sedang menerima telpon dari hpnya. Dari raut mukanya, terlihat jelas kalau Robi menerima kabar yang tak begitu menyenangkan, dan ekspresinya menjadi begitu panik saat itu.
“ sayang...” terlihat seperti Robi yang hendak mengutarakan sesuatu, tapi karena sedikit gugup ucapannya menjadi terbata-bata dan terhenti.
“ kenapa ?” dan Robi hanya menggelengkan kepalanya, dan kemudian tertunduk sebentar setelahnya. Ama menjadi semakin bertanya-tanya kenapa dengan Robi yang tiba-tiba berubah menjadi seperti itu.
“ sayang kamu kenapa ?” ucapnya sekali lagi.
“ yang, sory... aku, aku harus pulang duluan sekarang. Kata omku, rumahku kebakaran. Dan ibu aku dirawat dirumah sakit.” Ama langsung ikut tercengang setelahnya, dan seperti tak bisa berkata apa-apa lagi.
“ aku ikut.”
“ nggak usah, kamu disini aja, ntar aku jemput kamu pulang sekolah.” Ucap Robi sambil beranjak dari tempat itu. Sambil mengambil tasnya dan pergi meskipun masih mengenakan pakaian olah raganya. Ama kemudian ikut berdiri dan memandangi Robi yang sudah tak terlihat lagi dari kantin itu. Perasaannya menjadi begitu gundah, mengingat dulu ibunya meninggal juga akibat kebakaran dirumahnya saat ibunya sedang memasak di dapur. Amapun langsung berlari berusaha mengejar Robi, tapi Robi sudah melesat menaiki sepeda motornya meninggalkan sekolah.
Tak berapa lama, Ama turun dari angkutan umum setelah berusaha mengejar robi di sebuah jalan masuk di perumahan tempat Robi tinggal. Benar saja, setelah berhenti dan melihat rumah Robi yang hampir hancur terbakar api. Ada banyak orang disana yang sedang berusaha memadamkan api, disertai juga petugas pemadam kebakaran yang berusaha menyelamatkan barang-barang dari dalam rumah. Ama tak bisa berkata-kata lagi, karena ternyata Robi mengalami hal yang sama seperti yang dialaminya dulu ketika dia masih kecil.
Setelah api berhasil dipadamkan, terlihat Robi yang mengendarai motornya dan berhenti di depan rumahnya yang seperti itu. Dia menghampiri Ama dengan raut muka yang seperti sangat bersedih.
“ bagaimana ibu kamu yang ?”
“ ibuku, kritis dirumah sakit yang. Aku bingung, apa yang mesti aku lakuin.” Ama juga ikut terdiam setelahnya, dan memang tak tahu kata apa yang seharusnya diucapkannya untuk itu. Malam hari itupun tiba, Ama dan juga Robi masih duduk di sebuah tempat duduk di taman kota itu. Ama masih sesekali memperhatikan Robi yang terlihat sangat bersedih dan kebingungan dengan hal yang menimpa dirinya. Nasib mereka berdua sebenarnya tak begitu jauh berbeda, ayah Robi sudah meninggal dua tahun yang lalu. Dan sekarang, Robi seperti hendak menjadi yatim piatu seperti dirinya.
“ ibu aku harus segera dioperasi. Dan... dan aku tak tahu darimana aku bisa dapat uang buat itu.” Perasaan Ama menjadi semakin gundah setelahnya. Dia ikut merasa sedih dan berharap bisa membantu kekasihnya meringankan penderitaannya.
“ lalu gimana ?”
“ aku nggak tahu yang, biarpun motor ini aku jual juga masih belum cukup buat biaya itu.”
Setelah beberapa saat lagi di taman itu, akhirnya Ama pulang diantar oleh Robi. Ama masih terus memikirkan apa yang seharusnya dilakukannya untuk sekedar meringankan beban penderitaan Robi. Setelah dia membuka pintu itu, tak dilihatnya Andri di dalam rumah. Hanya neneknya yang sedang duduk menonton televisi.
“ kamu baru pulang Ama ?” ucap neneknya disertai dengan ama yang langsung duduk disamping neneknya sambil langsung menyandarkan kepalanya pada bahu neneknya.
“ kenapa lagi ?”
“ Robi nek, rumahnya kebakaran. Dan ibunya harus dioperasi secepatnya. Tapi...” terlihat Ama yang langsung menangis setelah itu dan seperti tak bisa mengeluarkan kosa kata lagi selanjutnya. “ Ama nggak pengin Robi ngalamin nasib yang sama kayak Ama nek...” neneknya langsung mengelus kepala Ama dan berusaha untuk menenangkannya. Meskipun air mata Ama masih terus mengalir disertai hujan yang perlahan mulai turun dari luar rumah itu.
Pagi itu hujan sudah menjadi reda, dan suasana menjadi begitu cerah diluar rumah meskipun Ama masih terbaring ditempat tidurnya. Matanya sudah terbuka, hanya saja tubuhnya masih belum mau untuk dibangkitkan. Hingga terdengar suara ketukan dipintunya.
“ Ama, gue mau ngomong sebentar sama lo.” Ucapan kakaknya yang tak dihiraukan olehnya karena begitu menganggap hal itu pastinya tak begitu ingin dipedulikannya. Tapi dari handle pintu itu langsung bergerak dan membuka pintu itu. Andri kemudian masuk meskipun hanya beberapa langkah dari pintu dan berusaha memandangi adiknya yang masih terbaring.
“ ini gue bawain makanan buat sarapan elo,” ucapannya sambil meletakkan sebuah bungkusan plastik yang kemudian diletakannya di meja di hadapannya. Tapi tak terlihat ada respon dari Ama yang berusaha mengacuhkannya, dan bahkan tak mau untuk sekedar menoleh ke arah kakaknya itu.
“ gue tahu kalau elo benci sama gue. Tapi biar gimana juga gue ini kakak lo. Gue pengin kita bisa baikkan kayak yang orang tua kita mau.” Ucapnya lagi, dan kali ini terlihat Ama yang kemudian menoleh ke arahnya dan menjadi terbangun dari tempat tidurnya.
“ baikkan ? eh, gue udah berusaha baik sama elo dari kita masih kecil. Dan apa perlakuan elo ?. apa perlakuan dari ibu elo ke gue !?. sekarang nggak usah sok baik deh lo !, gue nggak butuh apapun dari elo !” ucapnya sambil mengambil bungkusan plastik dimejanya dan melemparnya ke arah Andri. Andri langsung menangkapnya dan berniat hendak melemparkannya kembali ke arah Ama yang sudah menutup matanya bersiap menerima lemparan itu. Tapi tangan Andri terhenti setelahnya, dan kemudian dia menunduk lagi.
“ itu terserah sama elo kalau nggak bisa maafin gue. Tapi bapak sama ibu udah meninggal, dan mereka pasti menderita disana karena satu kata maaf nggak dikasih sama elo.”
“ biar dia ngerasain kayak apa yang namanya menderita !” teriak Ama lagi, dan akhirnya Andripun keluar dari kamar itu dan berjalan perlahan.
“ keluar elo !, apanya yang maaf !!” teriak Ama lagi sambil membanting pintu itu yang langsung menutup setelahnya. Dan dia kemudian terduduk sambil bersandar pada pintu sambil sedikit mengeluarkan air matanya lagi.
“ Ama, di ruang depan ada tamu yang mau ngomong sama elo. Temuin mereka dulu, setelah itu terserah apa yang mau elo lakuin.” Ucap Andri dari balik pintu itu. Ama masih menunduk meskipun dia berusaha mengusap air matanya menggunakan lengan bajunya.
Dan setelahnya, Ama berjalan menuju ke ruang tamu yang disana sudah ada neneknya, kakaknya dan juga dua orang yang berpakaian resmi seperti dari pengacara. Ama kemudian terhenti di sebelah sebuah kursi sambil terus memandangi kedua orang itu.
“ Mbak Ama. Kami punya sebuah kabar yang cukup baik buat anda.” Ucapnya, dan kemudian Ama duduk di kursi di sebelah kakaknya sambil melihat beberapa kertas yang diletakan di atas meja dihadapannya.
“ Ayah anda, bapak Santoso meninggalkan warisan sebuah rumah di jalan M. Yamin nomor 34. Dan rumah itu diatas namakan Amalia Santoso, yang berarti itu menjadi hak anda sepenuhnya beserta isi dan perabotannya.” Ucapan dari orang itu membuat perasaan Ama menjadi semakin bingung, entah apa ekspresi yang seharusnya ditunjukkan olehnya saat ini. Tapi paling tidak dia sadar akan satu hal kalau kakak laki-lakinya memang tak pantas untuk menerima warisan itu. Begitu timbul rasa egonya yang begitu menjadi-jadi seakan rasa dendam pada kakaknya sudah terbayar dengan harta itu.
Setelah beberapa saat, kedua orang itu pergi dari rumah neneknya. Ama masih memegang berkas warisannya di tangannya dan memikirkan tentang jalan keluar setelahnya untuk menolong kekasihnya menghadapi masalah. Dia berniat hendak menjual rumah itu, dan sebagian akan digunakannya untuk menolong Robi. Tentu saja keinginannya itu langsung dilarang oleh kakaknya dan juga neneknya. Karena ingin mempertaruhkan peninggalan orang tuanya untuk seseorang yang belum begitu lama dikenalnya.
Tapi rasa sayang dan cintanya pada Robi seakan membutakan matanya dan tetap bersikeras ingin menjual rumah itu.
“ lo jangan bego ma !, dia itu siapa !?. lo mau ngorbanin peninggalan orang tua demi dia ! mikir lagi deh lo !!” begitu ucapan dari kakaknya saat mereka bertiga sedang berkumpul di ruang keluarga.
“ Andri bener dalam hal ini Ama. Sebaiknya kamu pikir dulu baik-baik...”
“ elo tuh nggak ngerti kayak apa rasanya kehilangan ibu saat itu. Ibu gue itu meninggal karena kebakaran yang sama kayak yang dialami ibunya Robi. Dan gue tahu kalau ibu gue itu meninggal bukan karena kecelakaan saat di dapur, tapi karena dibunuh sama ibu elo. Dia cuma nggak pengin ada yang jadi saingannya dirumah itu kan ?, dan biar dia jadi punya hak leluasa buat ngatur semuanya. Itu yang sebenernya kan !!?” teriak Ama sambil mengeluarkan air matanya dan berdiri dari kursinya.
“ dan ternyata gue sadar kenapa sekarang elo jadi begitu baik sama gue. Elo tahu kalau warisan itu jadi hak gue kan, dan lo bersikap baik supaya gue mau mbagi itu buat elo. Dasar picik lo !!” teriaknya lagi sambil berlari menuju ke kamarnya.
Didalam kamar Ama masih terus menangis dan terbaring di tempat tidurnya setelahnya. Emosinya masih membara karena rasa dendamnya membuat pikirannya tersugesti untuk memikirkan semua hal buruk tentang Andri dan ibunya. Kenapa Andri tiba-tiba berubah seperti itu, pastinya ada hal yang diinginkannya. Atau setelah hal itu terenuhi, bahkan mungkin dia bisa membuat dirinya lebih menderita lagi dari dulu. Begitu yang ada di dalam benak Ama saat ini.
Hingga esok harinya, Ama sedang berjalan menuju ke rumah orang tuanya yang diwariskan kepadanya. Rumah itu sudah dijualnya melalui orang yang kemarin datang kerumah neneknya dan memberi tahu tentang hak warisan itu. Dia kemudian berjalan masuk melalui pintu gerbang yang sudah terbuka itu. Terlihat didalamnya Pak Supri yang merupakan pembantunya dari dia masih kecil sedang membantu mengeluarkan barang-barang dari dalam rumah. Kemudian dia terdiam melihat Ama yang berjalan ke arah pintu rumah itu.
“ Non Ama...” ucapnya sambil tercengang dan tersenyum sedikit.
“ apa kabar pak ?” ucapnya, dan terlihat Pak Supri yang mengangguk sekali, dan kemudian memandangi rumah yang lumayan besar itu.
“ saya sih baik non, tapi kok rumah ini sudah dijual yah. Padahal ini peninggalan orang tua non sama mas Andri yang tersisa.” Dan kemudian Ama menjadi ikut terdiam setelah mendengar ucapan yang sama seperti yang diucapkan neneknya.
“ pacar aku, ibunya harus dioperasi karena rumahnya kebakaran pak. Jadinya aku pengin nolong dia. Aku cuma nggak mau kalau dia ngalamin hal yang sama kayak aku dulu.”
“ ibu non Ama itu memang orangnya baik, nggak seperti Bu Tuti yang suka marah-marah. Tapi nggak nyangka dia meninggal dengan cara seperti itu ya non. Padahal kalau aja saat itu saya lebih cepet panggil bantuan, mungkin dia nggak usah meninggal.” Ucapnya, dan Ama yang menjadi ingin tahu apa sebenarnya yang diketahui Pak Supri tentang kematian ibunya itu.
“ awalnya, saat itu mas Andri lagi mainan korek di deket kompor gas. Dan akibatnya kompornya meledak, dan dapur ini terbakar. Mas Andri nggak bisa keluar dan terus teriak minta tolong. Saat itu saya sama ibu langsung lari ke dapur, tapi lihat api yang udah besar saya jadi takut dan langsung lari cari bantuan. Tapi ibu non nggak, dia malah lari masuk ke dapur dan nolongin mas Andri saat itu. Mas Andri berhasil keluar, tapi ibu malah ketimpa pintu yang kebakar. Dan akhirnya dia meninggal dunia.” Cerita dari Pak Supri itu langsung membuat air matanya mengalir lagi setelahnya. Dan akhirnya dia jadi tahu kenapa ibunya meninggal seperti itu. Kemudian dia meninggalkan rumah itu dan bergegas menuju ke rumah sakit setelahnya, dan menemui Robi yang sedang duduk menemani ibunya di dalam sebuah kamar.
Tanpa panjang lebar lagi, dia langsung memberikan sebuah amplop berisi uang yang tak sedikit jumlahnya. Dari ekspresi Robi terlihat dia hanya memandanginya sambil tersenyum sejenak.
“ kenapa yang ?” ucapnya sambil seperti heran apa yang terjadi pada Robi,
“ nggak apa kok.” Dan dari perbincangan mereka yang sangat kaku itu, akhirnya Ama memutuskan untuk kembali lagi kerumah neneknya. Betapa tercengangnya dia setelah melihat Andri yang berada di rumah itu sedang turun dari sebuah mobil mewah dengan orang yang membeli rumah yang dijualnya pagi tadi. Dalam hatinya berpikir kalau mereka berdua bersekongkol dalam hal yang nantinya akan merugikan dirinya. Sambil menghentikan sejenak langkahnya dan masih memperhatikan mereka berdua yang bersalaman lalu mobil itupun pergi. Dan saat Andri hendak masuk ke dalam rumah Ama sudah menghadangnya di depan pintu dengan emosi yang cukup tinggi.
“ jadi duitnya udah lo kasih ke Robi ?” tanya Andri langsung setelah melihatnya.
“ elo nggak usah ikut campur deh, itu hak gue mau diapain juga.”
“ itu emang hak elo, tapi elo nggak pernah mikir itu rumah orang tua kita. Peninggalan satu-satunya dari mereka, dan elo udah mbuang itu buat orang yang nggak jelas kayak gimana dianya.”
“ diem lo !, lagian ngapain juga elo kemari !?. gue udah tahu apa yang ada dipikiran elo, dan sebaiknya elo pergi deh dari sini. Gue udah enek liat muka lo.” Ucap Ama dengan begitu emosinya. Dan terlihat Andri yang terdiam setelahnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“ gue kesini emang cuma buat ngambil tas aja, sama pamitan sama nenek. Dan juga adik kecil gue.” Ucapnya sambil masuk ke dalam dan mengambil tasnya.
“ adik kecil ?, nggak usah sok berlagak jadi kakak gue deh..” dan Andripun sudah tak terlihat lagi di rumah itu, dia pergi entah kemana. Dan rasa sedikit lega sudah meliputi hati Ama, meskipun dia sedikit merasakan sesuatu yang bergolak di dadanya. Karena biar bagaimanapun juga mereka adalah saudara, meskipun masa lalunya membuatnya menutupi akan kenyataan itu. Neneknya sudah berada di belakangnya sambil memegangi pundak Ama.
“ biar bagaimanaun juga, dia itu kakakmu Ama.”
“ dia itu kakakku cuma sebatas hukum aja.” Dan ama langsung masuk kembali ke dalam kamarnya.
Dan esok harinya di halaman rumah itu sudah terparkir sebuah mobil berwarna merah yang dibeli oleh Ama dengan uangnya, dan juga segala sesuatu yang diinginkannya bisa terwujud saat itu. Barang-barang di dalam rumah neneknyapun berganti dengan barang perabotan yang baru yang juga dibelinya. Paling tidak kalau rencana Andri untuk mengambil hak-haknya itu tercapai dia sudah memiliki banyak hal yang diinginkannya, begitu pikirnya.
Dan mobil itupun melesat dengan Ama yang mengendarainya di dalam memakai seragam sekolahnya. Dia berangkat ke sekolahnya dan langsung mendapat perhatian dari teman-teman sekolahnya karena perubahan yang dialaminya. Ama begitu senang karena hal itu belum pernah terjadi semasa hidupnya dulu. Pulang sekolahpun dia langsung menghampiri sebuah restoran mewah bersama dengan teman-temannya yang ingin di traktirnya.
Setelahnya dia masuk ke dalam restoran itu, tapi dia langsung terkejut setelah melihat orang yang kemarin membeli rumahnya juga sedang berada di dalam restoran itu duduk bersama dengan dua orang lainnya seperti sedang membicarakan sebuah bisnis. Lalu setelah beberapa saat Ama duduk dan makan bersama dengan teman-temannya, dia melihat kedua orang itu pergi dan Ama masih memperhatikan orang yang duduk tak jauh darinya itu.
“ bisa minta waktu sebentar ?” ucapnya yang sudah berdiri di samping orang itu. Orang itupun memperhatikannya dan menganggukkan kepalanya setelahnya.
“ silakan duduk mba Ama.” Ucapnya, “ ada yang mau dibicarakan ?”
“ iya. Tentang Andri dan juga rumah dan warisan orang tua saya.” Orang itu kemudian mengangguk lagi dan mempersilakan Ama untuk berbicara.
“ warisan itu, benar-benar atas nama saya kan ?” ucapnya langsung ke tujuannya.
“ iya benar, Andri yang mengajukannya.” Ucap orang itu yang lalu membuat Ama semakin bingung dibuatnya dan terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya dibicarakan orang itu.
“ waktu itu sebenarnya warisan itu di atasnamakan nama kalian berdua sebagai pemiliknya, tapi kemudian Andri mengajukan agar namanya dihapus dari surat itu. Kami menyetujuinya setelah Andri mengatakan alasannya.”
“ ke... kenapa ?” ucap Ama dengan sedikit bingung lagi.
“ ya, dia bilang karena sebenarnya dia tak pantas menerima itu semua. Dan lebih memilih untuk menyerahkan semua peninggalan orang tuanya pada adik kecilnya. Karena sebagai kakak dia merasa belum pernah membuat adik kecilnya senang dari dulu.” Ama langsung tercengang setelahnya, harta yang didapatnya, materi yang diinginkannya sejak dulu membuat matanya rabun pada ikatan darah di tubuhnya. Dia masih termenung di dalam kamarnya dan membayangkan tentang masa lalunya, karena setelah diingatnya kakaknya beberapa kali pernah membelanya saat dia sedang dimarahi oleh ibu tirinya. Meskipun dia sering memarahinya untuk sesuatu yang dilakukannya, dia baru sadar saat emosi sedang menguasai dirinya bersama dengan dendam, indra pendengarannya, indra penglihatannya, dan juga pikirannya menjadi selalu berpikir negative.
Keesokan paginya dia berniat menemui Robi di rumahnya. Sesaat setelah dia memarkirkan mobil merahnya, dlihatnya rumah Robi yang sudah sedang dalam pengerjaan perbaikan. Dipikirannya hanya terlintas darimana Robi mendapat uang utnuk memperbaiki rumahnya. Apakah pihak asuransi ?, kalaupun benar tidak mungkin akan secepat itu prosesnya. Padahal kemarin saja dia masih kebingungan mencari biaya pengobatan ibunya yang sudah dibantu olehnya, pikir Ama. Tapi saat dia menghampiri rumahnya, Robi sudah berangkat ke sekolah naik mobil berwarna biru sebelumnya. Begitu kata orang yang sedang memperbaiki rumah Robi. Tapi siapa ? pikir Ama lagi. Hingga setelah dia sampai di sekolah, dia menghampiri teman-temannya yang sedang duduk di dekat kursinya.
“ Robi kenapa berubah ya ?” ucap Ama langsung menanyakan pada mereka, “ dia nggak pernah sms, dan tadi pagi aja dia udah berangkat duluan tanpa ngasih tahu gue.”
“ elo nggak tahu ma ?, gue kira elo udah putus sama Robi.” Ama langsung menjadi tercengang lagi dibuatnya. “ tadi pagi dia berangkat bareng sama Liana. Dia... cewek kaya raya yang katanya dari dulu naksir abis sama Robi.” Dan Ama menjadi begitu kaget dibuatnya, apalagi setelah mengetahui kalau rumah yang sedang diperbaiki itu dibantu oleh Liana dalam hal biayanya , dan juga pastinya biaya rumah sakit ibunya. lalu untuk apa dia menjual rumah peninggalan orang tuanya ? untuk membantunya ?, ternyata Robi lebih memilih orang yang lebih banyak membantunya saat dia terpuruk.
Air matanya masih belum kering saat dia mengendarai mobilnya saat itu. Karena hal itu sudah membuatnya menjual rumahnya, membuatnya bertengkar dengan neneknya, dan membuat kakaknya tak punya lagi tempat tinggal. Apalagi tahu kalau orang yang dicintainya, yang ingin dibantu sepenuh hati olehnya, malah melakukan hal seperti itu padanya.
“ aku tahu kalau kamu pasti akan sangat marah, tapi sebenarnya di lubuk hatiku yang terdalam aku masih mencintaimu. Tapi aku ingin membuat ibuku senang, aku minta maaf.” Begitu bunyi sms yang baru saja diterimanya dari Robi, tentu saja dia begitu marah.
Seminggu setelahnya berlalu, tapi kejadian-kejadian sebelumnya masih belum bisa dilupakan oleh Ama. Dan saat itu juga saat dia pulang dari sekolah mengendarai mobilnya, dia tanpa sengaja melihat kakaknya yang sedang berada di sebuah bengkel mobil, dan memakai pakaian seperti dia bekerja di bengkel itu. Amapun langsung menghentikan laju mobilnya, dan menghampiri Andri saat itu.
“ mobil elo keren juga ma..” ucap Andri berusaha mengakrabi adiknya itu yang memasang muka sedikit gugup dan juga malu pada kakaknya.
“ elo ngapain disini ?” ucapnya lagi membalikkan pertanyaan kakaknya.
“ gue kerja disini sekarang.”
“ kerja ? buat apa ?. Trus kuliah elo gimana ?”
“ gue keluar, tadinya sih gue pengin ngumpulin duit yang banyak. Rumah orang tua kita udah dijual, jadinya gue pengin nyari duit buat beli rumah itu lagi. Itu satu-satunya peninggalan orang tua kita kan...” Ama menjadi terdiam lagi setelahnya.
“ trus kalau elo emang pengin punyain tuh rumah, kenapa elo nyerahin semua warisan itu ke gue !?, apa maksudnya ?” ucap ama lagi dengan suara yang lebih keras.
“ tadinya juga gitu, gue pengin njaga rumah itu bareng sama elo. Tapi elo tahu kan gue tuh orangnya kayak apa. Gue takut kalau ntar peninggalan Bapak sama Ibu itu gue gunain buat sesuatu yang salah. Dan gue takut kalau ntar semuanya jadi sia-sia, jadinya gue pikir elo orang yang pastinya bisa lebih njaga hal itu dari pada gue.” Ucapnya lagi, dan kemudian Ama langsung tertunduk dan mulai meneteskan air matanya menyadari tentang hal yang sudah dilakukannya.
“ gue minta maaf... kak.” ucapnya yang kemudian memeluk tubuh Andri sambil menangis.
****
=======================================================
Tentang Penulis:
Itsna Bahauddien, lahir di purwokerto 18 Agustus dua puluh tahun yang lalu. Saat ini bertempat tinggal di desa Kedungbanteng Rt 05/II. Kabupaten Banyumas. Berstatus sebagai mahasiswa STMIK Amikom purwokerto semester 4 jurusan TI. No. telp 085647655178, 0281-7699331.
=======================================================