Apr 7, 2011

Cerpen | DI DALAM KELOPAK BUNGA ASTER

DI DALAM KELOPAK BUNGA ASTER
oleh: Naeny

Hari-hari yang sama kembali terlewati. Tanpa rasa, tanpa cerita yang pasti. Tanpa dia yang pernah dan selamanya ada didalam hati. Ini bukan kisah ku. Namun ini adalah kisah seorang teman terbaikku.
Kisah ini berawal ketika hujan mulai turun membasahai tanah yang fana ini;
Tahun ajaran baru dimulai. Akan ada tempat baru dan teman baru. Harus dilewati bagi murid kelas satu yang baru. Dan saat inilah awal pertemuan antara Naya dengan cinta pertamanya, Dira.
Naya adalah gadis cantik yang banyak dikagumi. Dia menjadi primadona sekolah sejak pertama masuk. Selain cantik, Naya adalah pribadi yang ceria dan begitu menonjol diantara siswa perempuan lainnya.
Sedangkan Dira hanyalah seorang siswa biasa yang tidak begitu menonjol. Memang ku akui kalau dia termasuk cakep. Namun entah kenapa dia tidak pernah mencoba menjadi yang terbaik.
Saat awal MOS, Dira dihukum karena datang terlambat. Dia disuruh senior untuk mengumpulkan daun semanggi berdaun lima dibelakang sekolah. Semua orang tahu kalau semanggi hanya memiliki 3 ato 4 daun. Tanpa protes, Dira melaksanakan hukumannya itu.
Sudah lama Dira mencarinya. Namun tidak juga dia menemukan sesuatu yang dia cari. Hingga hujan pun mulai membasahi bumi.
Dari kejauhan, Naya melihat Dira yang sedang berteduh dibawah pohon. Pemuda itu terlihat kedinginan. Walau tahu pekerjaannya akan sia-sia, dia tetap kekeh berada ditempatnya.
Naya menghampiri pemuda itu. Dia membentangkan paying diatas kepala Dira.

“Elo goblok ato bego sih? Mana ada semanggi berdaun lima?” ucap Naya jengkel.

“Aku pernah melihatnya.” jawab Dira singkat.
Naya duduk disamping Dira. Dia melihat keyakinan dari sorot mata Dira. Hatinya pun tersentuh.

“Kita taruhan. Kalau benar ada, gue akan memenuhi semua permintaan elo. Tapi kalau sampai sore enggak ketemu, elo harus traktir gue sepuasnya. Setuju?” ucap Naya sembari mengulurkan tangannya dihadapat Dira sebagai sarat persetujuan.
Dengan ragu, Dira menyambutnya.
Mereka mencari daun semanggi bersama-sama.

Hingga tiba-tiba, Dira berseru senang. Sebuah senyuman lebar mengembang dibibirnya. “Aku menemukannya..”
Dan benar, Dira menemukan semanggi berdaun 5. Naya tersenyum senang.

“Elo hebat, pangeran semanggi…” ucap Naya.
Tanpa sempat saling mengucapkan nama, mereka berpisah. Tiba-tiba saja Dira menghilang dari sisi Naya tanpa dia sadari.
Hari MOS kedua, dan seterusnya, Naya tidak melihat Dira. Pemuda itu seperti ilusi yang sesaat tlah menghilang. Namun perasaannya bukanlah ilusi. Perasaan yang berbeda, terasa saat bersama Dira.
Pemuda itu seperti hilang ditelan bumi.

***
Masa MOS telah usai. Saatnya pelajaran dimulai.
Naya duduk dikela yang sama denganku. Dia berada disampingku. Jadi terlihat jelas kegalauan hatinya karena ketidakberadaan Dira.
Pelajaran hampir dimulai. Perhatian Naya hanya terarah pada keberadaan Dira saat ini. Dimana dia? Kenapa dia tidak pernah datang? Dia seperti hantu yang terus membayang hari Naya.
Bel masuk berbunyi. Seorang anak datang bertepatan saat guru memasuki ruang kelas.
Betapa terkejutnya Naya saat melihat anak itu. Yup benar!! Dia Dira. Perasaannya yang tadi kalang kabut berubah senang. Senyuman lebar mengembang dari telinga hingga telinga.
Dira duduk disebah bangku kosong. Dia sebangku dengan seorang pemuda yang terlihat asyik diajak berbicara. Mereka saling mengenalkan diri.

“Raizkadira. Panggil saja Dira.” ucapnya ramah sembari mengulurkan tangannya.

“Arizal. Panggil aja Izal. Calon cowok idaman disekolah ini.” ucapnya, meyambut uluran tangan Dira.
Dira tersenyum geli mendengarnya.

“Oh Ya? Berarti aku berutung dong bisa sebangku denganmu.” ucap Dira.

“Bahasanya baku amat. Pake aku kamu segala.” ucap Izal.

“Aku terbiasa. Soalnya dirumah pakai ini. Sorry deh kalau kamu terganggu.” ucap Dira.

“Enggak biasa aja dengernya. Tapi asyik juga!!” ucap Izal.
Naya terus memperhatikan Dira yang duduk persis didepannya. Dia penasaran kemana dia selama ini. Selain itu kenapa dia tidak mengenalinya. Padahal hari itu adalah saat yang paling berkesan.

“Pangeran Semanggi!!” panggil Naya pelan.
Dira menoleh. Naya tersenyum menyambutnya.

“Selama MOS elo kemana? Kok ga kelihatan?” tanya Naya.
Belum sempat Dira menjawab, Bu Enny menegur Naya karena berbicara saat pengenalan siswa baru yang ada dikelas.

“Kanaya Indah Pertiwi?” seru Bu Enny.

“Iy..iya Bu!” sahutnya gugup.

“Coba sebutkan nama anak yang duduk dihadapan Ibu!”
Masalah datang diawal sekolah. Dari tadi memang dia tidak memperhatikan Bu Enny. Tapi dia memperhatikan Dira yang ada dihadapannya. Dia benar-benar habis kali ini. Sama sekali dia tidak tahu.

“Adrian Putra.” ucap Dira pelan.
Naya langsung menyebutkan nama yang Dira katakana. “Adrian. Adrian Putra.”

“Bagus.”
Kali ini Dira menyelamatkannya dari hukuman guru super killer disekolah. Untung ada Dira. Kalau tidak, dia pasti akan menghabiskan hari ini diruang hukuman.

“Terima kasih.”

***
Naya pulang kerumahnya. Bagitu meletakkan tas, dia mengambil sebuah foto dari meja belajar. Didalam figura itu tergambar sebuah foto seorang pemuda yang tersenyum senang.

“Kakak, sepertinya aku jatuh cinta.” ucapnya. “Tapi sepertinya dia tidak merasakan perasaan yang sama. Kalau kakak ada disini, apa yang akan kakak katakana padaku?” tanyanya.
Foto yang diajaknya berbicara hanya terdiam. Tetap dan selalu terdiam. Seandainya dia masih bernafas dan hidup didunia ini, Naya akan sangat senang.
Tegeletak setangkai bunga Aster dihadapannya.
Ditempat lain, Dira juga pulang kerumahnya. Dia langsung masuk kedalam kamarnya. Dia memandang sebuah foto yang terpajang didinding kamar. Wajahnya terlihat sangat sedih.

“Maafkan aku!! Maafkan aku!!” gumamnya. Tanpa terasa air matanya meleleh.

“Maafkan aku!!”
Dira terus mengatakan kata itu. Berulang-ulang, hingga tidak terhitung bayaknya.
Dira histeris didalam kamarnya. Dadanya sesak. Jantungnya terasa sangat sakit seperti ada sesuatu yang menekan. Sakit didadanya tidaklah sesakit hati penuh penyesalan.
Kelopak bunga aster yang telah kering, satu persatu gugur dari tangkai yang menopangnya. Dialah yang menemani Dira merasakan rasa sakitnya. Tiada yang lain. Hanya Dira dan kelopak bunga Aster yang berguguran.

***
Olahraga adalah bidang yang paling Naya suka. Dia begitu semangat menyambut hari ini.
Saat pelajaran olahraga dimulai, dia tidak melihat Dira dilapangan. Semua teman termasuk Izal tidak tahu dia kemana. Karena penasaran, Naya mencari Dira dikelas. Dan banar saja, Dira duduk termenung didalam kelas sendirian.
Naya baru sadar, dia tidak pernah melihat senyum Dira disaat pertama mereka bertemu. Dira hanya terdiam. Tidak pernah berbicara kecuali pada Izal, teman sebangkunya. Tidak pernah dia tersenyum senang. Kadang dia hanya mempersembahkan senyum yang dipaksanya.
Naya menghampirinya dan bertanya.

“Kenapa tidak ikut olahraga?” tanya Naya.

“Tidak apa-apa.” jawab Dira singkat. Naya memegang dahi Dira. Buset!! Badannya panas sekali. Hampir melebihi suhu diluar.

“Elo sakit. Ke UKS ya?” ajak Naya.

“Tidak perlu. Terima kasih!!” Naya duduk disebelah Dira. Tidak diperdulikannya pelajaran olahraga yang sudah dimulai.

“Hei.. pangeran Semanggi, elo kemana waktu MOS? Berhari-hari enggak kelihatan.” tanya Naya.

Dira menoleh. “Kenapa kau selalu memanggilku Pangeran Semanggi?”

“Karena elo bisa nemu semanggi yang langka. Hanya orang tertentu yang bisa menemukannya.” Dira tersenyum senang mendengar ucapan Naya yang aneh.

“Kan semakin cakep kalau senyum.” puji Naya. Dira berdiri. Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraannya dengan Naya.

“Mau kemana?” tanya Naya.

“UKS.” Dira pergi meninggalkan Naya dikelas sendirian. Naya semakin tidak mengerti. Kenapa dengan Dira? Dia tidak sehangat dulu. Dia tidak seramah dulu. Ada apa?

***
Dira duduk sendiri diatap gedung sekolah. Naya menghampirinya dan duduk disebelah Dira yang hanya membisu.

“Kenapa elo ada disini? Gak kekantin atau perpus kayak yang lain?” tanya Naya.

“Aku tidak suka tempat ramai. Dan aku lebih suka sendiri.”
Perkataan Dira seperti menyindir Naya yang datang ketempatnya ingin sendiri. Naya menyadari itu. Dia berdiri dan beranjak pergi. Namun Dira memegang tangannya. Naya terdiam tidak percaya.

“Duduk!” pinta Dira. Naya kembali duduk ditempatnya.

“Kamu suka bunga Aster?” tanya Dira.

“Tidak terlalu. Tapi seseorang yang aku kenal menyukai bunga itu. Karena…”

“Bunga itu seperti bintang yang jatuh dari langit.” Naya memandang Dira tidak mengerti. Kenapa dia bisa tahu itu?

“Apa benar orang yang sudah meninggal akan menjadi Langit?” tanya Dira. “Mereka bisa melihat kita. Tapi kita sama sekali tidak dapat melihat mereka. Sungguh tidak adil.”

“Iya sungguh tidak adil. Dia bisa lihat gue. Tapi kenapa gue enggak bisa lihat dia? Menyebalkan.”

“Kalau aku ingin menjadi setiap kelopak bunga aster.”

“Kenapa?”

“Karena bila kelopak bunga Aster layu, perjalanannya tidak akan berakhir. Mereka akan diterbangkan oleh angin yang sejuk.”
Dira terdiam. Naya juga terdiam. Mereka memandang langit dan mengenang seseorang yang sudah pergi kesebuah tempat yang sangat jauh. Masing-masing berada pada dunianya sendiri.

“Gue enggak ingin elo jadi kelopak bunga aster.” ucap Naya. “Karena gue pengen elo selalu ada didekat gue.” Dira sangat terkejut mendengarnya.

“Maksudnya?”

“Gue butuh elo Dir. Bukan sebagai kelopak bunga, tapi sebagai Dira yang hidup dan bernafas disamping gue.” ucap Naya.

Dira semakin terkejut. Saat itu jantungnya terasa nyeri. Sangat sakit. Tanpa memperdulikan Naya, Dira pergi berlari meninggalkan gadis itu.
Naya terpaku ditempatnya. Dia tidak menyangka reaksi Dira akan seperi itu. Dia meyalahkan kebodohannya karena begitu jujur pada Dira.

***
Satu demi satu kelopak bunga Aster dikamar Dira mulai layu. Saat kelopak terakhir jatuh, maka selesai sudah masa yang dimilikinya.
Dia mempunyai janji pada Tuhan. Ketika tangkai terakhir layu dan kelopak bunga terjatuh, dia akan menurut untuk dibawa-Nya pergi. Dia tidak lagi berontak. Dia tidak lagi menolak.
Beberapa hari lalu, kondisinya kembali kritis dan terpaksa masuk rumah sakit. Tuhan telah memanggilnya. Namun dia meminta agar Tuhan tidak terlebih dahulu memintanya kembali. Dia ingin waktu hingga tiga tangkai bunga Aster dikamarnya layu dan gugur. Karena masih ada sesuatu yang belum dia selesaikan.
Kini hanya tinggal satu tangkai yang masih bertahan. Bunga Aster berwarna Putih.
Dira sadar benar, waktunya akan segera habis.
Sejak lahir dia tahu kalau umurnya tidak akan sampai 17 tahun. Dia tahu pasti. Namun suatu hari, datang dua bersaudara yang memberinya harapan baru. Orang-orang yang selalu membuatnya ingin bertahan dan terus hidup. Dan kini dia adalah orang yang menghancurkan mereka.
Dira memegang dadanya yang rapuh. Jantungnya masih berdetak. Nafasnya masih terasa.

***
28 Januari,
Hari terburuk didalam kehidupan Naya. Hari inilah dia kehilangan kakak yang paling disayanginya. Hari inilah awal dari perubahan hidupnya.
Tiga tahun lalu, dipagi hari yang sangat sejuk. Sebuah motor menabrak kakaknya, Nathan yang sedang bersepeda untuk mengantar Koran. Nathan adalah anak yang ulet. Walau orang tuanya mampu untuk membiayai hidupnya, dia tetap bekerja. Dia adalah kakak sempurna dimata Naya. Karena terlalu shock atas kematian anaknya, ibu Naya jatuh sakit dan meninggal satu bulan kemudian. Ini adalah bencana terbesar bagi Naya. Dia sangat membenci pengendara motor yang menabrak kakaknya.

Naya pergi kejalan tempat kakaknya menghembuskan nafas terakhir. Dia membawa setangkai bunga Aster berwarna merah. Jalanan itu masih sama. Tidak ada yang berubah. Dia melangkahkan kaki disebuah sudut jalan. Dibawah tiang listrik yang berdiri kokoh. Dan seperti biasa, sudah ada setangkai bunga Aster berwarna putih disana. Entah siapa yang meletakkannya. Setiap tahun bunga itu sudah ada disana. Naya berpikir kalau itu adalah Izka. Taman mereka sejak kecil yang sekarang entah dimana keberadaannya.

“Izka datang lagi ya kak? Kenapa sih dia tidak menemuiku? Gak tau apa kalau cintaku sudah berpaling pada orang lain, dan orang itu tidak memperdulikannya. Kalau kakak sama dia ada pasti tu anak udah bonyok..!” ucap Naya pada sosok yang tak beraga. Naya meletakkan bunga itu disamping bunga yang lain.

“Semoga kakak senang disana.”
Naya melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Hari ini dia harus sekolah dan kembali bertemu dengan Dira. Dia masih malu karena pernyataan cintanya kemarin.

“Rasanya hari ini aku tidak sekolah saja…” gumamnya.

***
Naya menginjakkan kaki kedalam kelasnya. Dia tidak melihat Dira. Izal hanya sendirian ditempatnya.

“Cari Dira?” tebak Izal.

“Enggak. Sok tau lo..”

“Jangan bo-ong. Kelihatan kok dari muka lo..” goda Izal. Naya sangat sebal. Susah paya dia menahan diri untuk tidak bertanya dimana Dira, eh malah Izal menyodorkan pertanyaan seperti itu.

“Dia ada di UKS. Gue yang anter kesana karena badannya panas banget.” ucap Izal. Tanpa dikomando, Naya langsung pergi ke UKS. Biar bagaimanapun dia cemas pada pemuda itu. Didalam ruang UKS, Naya melihat Dira yang sedang terbaring. Awalnya dia ingin masuk. Namun setelah mengingat kejadian kemarin, dia mengurungkan niatnya. Namun saat beranjak pergi, Dira memanggilnya.

“Naya?!!” Naya berbalik dan masuk kedalam ruang UKS.

“Boleh aku mengatakan sesuatu?” tanya Dira. Naya mengangguk. Dira bangkit dari tidurnya.

“Maaf untuk yang kemarin. Aku sangat terkejut.” ucap Dira. “Sebenarnya, aku ingin kita mencobanya! Bagaimana? Setidaknya beri waktu aku untuk didekat kamu.” Naya tertegun tidak percaya. Oh My God!! Ini seperi mimpi baginya.

“Bila kita saling cocok, kita akan melanjutkan hubungan ini. Tapi….”

“Apa?”

“Kamu mau menerima aku apa adanya? Nanti pasti terlihat bagaimana dan siapa aku. Bagaimana kalau aku adalah orang yang paling tidak ingin kau temui? Bagaimana kalau aku tidak seperti yang kau bayangkan? Apa kau tetap akan menerima aku?”
Naya semakin tidak percaya. Dira yang selama ini dai suka, ingin menjalin hubungan dengannya? Naya sangat bahagia mendengar itu. Walaupun hubungan mereka masih percobaan, dia tidak perduli. Yang penting dia akan selalu disamping Dira.
Dengan mali-malu Naya menjawabnya. “Aku akan menerima kamu apa adanya. Siapapun kamu, bagaimanapun kamu. Cinta ini tidak akan berubah…”
Saat itu dia langsung memelukku dengansenangnya. Akupun menyambutnya dengan senang pula.
Naya tidak percaya hari ini akan terjadi. Sungguh ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup Naya.
Aku melihat kebersamaan mereka dari sudut ruangan. Mereka terlihat begitu bahagia. Aku tersenyum senang. Dan berharap hubungan mereka akan lancar…. Somoga…

***
Hubungan Naya dan Dira berjalan begitu hangat. Mereka bisa saling mengerti dan memahami. Dira sering mengajak Naya pergi kesebuah taman yang penuh dengan bunga Aster. Dira sangat menyukai bunga aster. Katanya bunga Aster adalah bunga malaikat. Warnanya yang beraneka ragam membuat kegembiraan didalam hidup manusia. Dan dia percaya pembawa kebahagiaan didunia ini adalah sang malaikat.
Namun Naya tidak setuju akan itu. Menurutnya pembawa kebahagiaan didalam hidupnya bukanlah Bunga Aster, tapi Dira. Dira tersipu malu mendengar itu.

“Apa yang kamu sukai dari aku?” tanya Dira ditaman penuh bunga Aster itu.

“Kamu ingat saat pertama kali kita bertemu?” tanya Naya. “Saat itu kamu kehujanan karena mencari daun semanggi. Bukannya sebel, eh kamu malah senang. Saat itu aku melihat kamu tersenyum. Sejak itulah aku menyukaimu. Senyummu adalah hal yang paling berharga didalam hidupku, Pangeran Semanggi…” jelas Naya.
Dira tersenyum mendengarnya. Dan Naya selalu senang saat melihat senyum itu.

“Bagaimana kalau aku bukan orang baik? Apa senyumku masih begitu berharga untukmu?” tanya Dira.

“Kenapa tanyanya kayak gitu sih?”

“Bukan apa-apa.”
Dira kembali terdiam. Dia memetik satu tangkai bunga Aster putih untuk Naya.

“Suatu saat kalau aku enggak ada, dan kamu ingin bertemu dengan aku, pandanglah kelopak bunga Aster ini. Kalua kamu ingin menangis, cabuti kelopak bunga ini dan biarkan dia pergi bersama angin. Jangan ada satu air mata pun yang jatuh dari mata kamu!!” ucap Dira.
Naya sebal karena ucapan Dira yang aneh. Seolah terisyaratkan kalau Dira tidak ingin berlama-lama berada disampingnya.

“Aku capek kalau kamu selalu mengatakan hal aneh itu…” ucap Naya marah. Dia beranjak dan pergi meninggalkan Dira.
Dira hanya terdiam tanpa ada keinginan untuk mengejarnya. Dia hanya memandang punggung Naya yang mulai menjauh.

“Maafkan aku!!”

***
Naya masih marah karena kemarin. Namun dia juga tidak bisa bila harus menjauhi Dira. Karena itu dia mengalah dan memutuskan untuk berbicara pada Dira.
Didalam kelas, dia tidak melihat Dira. Dia bertanya pada Izal. Dan pemuda itu mengatakan kalau Dira tidak masuk karena sakit.
Sepulang sekolah, Naya pergi kerumah Dira. Dia bertanya pada Izal yang sudah pernah pergi kerumah Dira.
Rumah Dira terletak didaerah pondok indah. Tempat rumah orang-orang berduit. Memang Dira pernah bercerita kalau ayahnya mempunyai perusahaan Meubel. Sedangkan ibunya mempunyai Butik di Singapura.
Naya masuk kedalam pekarangan sebuah rumah no 5. Rumah bercat putih itu terlihat begitu mewah. Dihalamannya tertanam berbagai tumbuhan dan bunga yang harum baunya.
Naya menekan bel. Tidak lama kemudian, keluar seorang wanita tua dari rumah itu. Kelihatannya dia adalah pembantu rumah tangga.

“Cari siapa Neng?” tanya wanita itu.

“Diranya ada?”

“Oh Mas Dira. Ada. Sedang istirahat dikamar. Silahkan masuk dulu Neng..”

Aku masuk kedalam rumah besar Dira. Terlihat begitu mewah. Banyak perabotan antik yang menghiasi seluruh sudutnya. Foto keluarga lengkap terpajang didinding ruang tamu. Terlihat foto Dira bersama ayah dan ibunya serta seorang gadis yang beruur sekitar 14 tahun. Namun ada sesuatu yang kurang. Kehangatan sebuah keluarga.

Diatas sebuah meja, Naya melihat foto sebuah motor yang tidak asing lagi dimata Naya. Warnanya, tipenya, dan plat nomornya. Naya pernah melihat itu.

“Mas Diranya sedang ganti baju.” ucap bibik yang datang dari tangga.

“Itu foto motornya siapa Bik?” tanga Naya, sambil menunjuk foto yang dia maksud.

“Oh..Itu milik Mas Dira. Tapi sudah tidak dipakai setelah nabrak pengendara sepeda.” jelas Bibik.

Naya semakin tertegun tidak percaya.

“Sekitar tiga tahun lalu, Mas Dira bertengkar hebat dengan Tuan dan Nyonya. Mas Dira marah dan pergi menggunakan motornya. Ditengah jalan, kecelakaan itu terjadi. Padahal motor itu ingin Mas Dira berikan pada sahabatnya.” jelas Bibik.

Naya semakin yakin. Itu adalah motor yang menabrak kakaknya 3 tahun lalu. Dan yang menyebabkan kematian kakaknya adalah… adalah Dira. Naya tidak percaya. Sungguh tidak percaya…

Naya berlari pergi meninggalkan rumah Dira. Dira mengejar Naya. Dia menahan tangan Naya dihalaman rumahnya.

“Setelah kamu tahu, apa perasaan mu padaku masih sama?” tanya Dira. “Iya. Aku!! Aku yang membunuh Nathan. Karena aku… karena aku Nathan meninggal. Semuanya karena aku?!!”

Naya mendengar kenyataan itu langsung dari Dira. Dia tidak percaya Dira mengatakan hal itu. Kalau dia sudah tahu, lalu apa gunanya dia menerimaku. Apa sebenarnya maunya?

“Maaf!! Maafkan aku Naya…. Maafkan aku Naya!!” ucap Dira. Dia terlihat begitu menyesal.

Naya tidak kuasa lagi menahan air matanya….

“Kenapa kamu mau terima aku? Rasa bersalah? Kamu terima aku karena rasa bersalah?” tanya Naya.

Dira hanya terdiam. Naya berpaling dan pergi meninggalkan Dira.

“Tidak perduli apa yang kamu pikirkan dan apa yang kamu inginkan. Aku hanya ingin mendengar kata maaf darimu hanya itu. Naya!!”
Naya tidak memperdulikannya. Dia terus berjalan meninggalkan Dira yang terduduk lemas diatas tanah.Hujan mulai turun ditengah musim panas yang terik.

“Maafkan aku!! Maafkan aku!!”
Tiba-tiba jantung Dira kembali terasa sakit. Rasanya sangat nyeri. Tidak dapat lagi dia rasa pijakan tanah yang basah, tiada lagi terlihat cahaya terang yang menyinari matanya. Semua berubah gelap, hitam, dan perlahan menghilang…

***
Tiada harapan lagi didalam hubungan Dira dan Naya. Semuanya hilang dalam sekejab mata. Kehangatan, kebersamaan, semua sirna.
Semua siswa dikelas tidak percaya mereka akan berpisah secepat itu. Karena selama berhubungan, mereka terlihat begitu bahagia. Izal menyadari kalau hal ini pasti akan terjadi.
Didalam hati Naya tetap ada Dira. Sekeras apapun dia berusaha melupakannya, baying senyum Dira selalu menyertai langkahnya. Sebenarnya dia sudah merelakan kepergian kakaknya. Karena biar bagaimanapun dia membencin pengendara motor itu, kakaknya tidak akan pernah kembali. Namun yang dia sesalkan adalah karena Dira menerimanya bukan karena cinta. Tapi karena rasa bersalah.
Naya masuk kedalam kelas. Lagi-lagi Dira tidak ada tetempatnya. Sudah seminggu ini Dira tidak masuk sekolah. Tidak ada yang tahu dimana dia sekarang. Bahkan Izal yang dikenal paling dekat dengannya pun tidak tahu.
Naya berusaha mengacuhkan itu. Tapi dia tidak bisa. Lama kelamaan dia merasa kehilangan sosok Dira didalam kelasnya.

“Kalian saling cinta, kenapa menghukum diri seperti ini sih?” tanya Izal.

“Dia enggak cinta sama gue. Dia Cuma…”

“Ingin menebus kesalahan?” ucap Izal. “Dira sayang sama elo Nay. Bahkan sebelum elo kenal sama dia. Gue tahu itu…”

Naya mencoba mempercayainya. Dia ingin seperti itu. Namun kenyataannya, Dira bahkan tidak mencegahnya pergi saat itu.
Setelah melewati satu hari yang melelahkan disekolah, Naya pulang kerumahnya. Didalam rumah dia melihat Ayahnya sedang duduk termenung memandang beberapa berkas yang tidak pernah dilihatnya.

“Ayah sedang apa?” tanya Naya. Dia duduk disamping Ayahnya.

“Tentang pemuda yang bernama Dira itu, Ayah sudah dengar..” ucap Ayah. Naya terkejut mendengarnya. Dari mana Ayahnya mengetahui itu.

“Ayah ingin menunjukkan kamu ini..” Ayah memberikaku sebuah dokumen. “Itu dokumen pendonoran jantung Nathan untuk Izka. Dia tahu kamu mencintai Izka dan dia juga tahu kalau Izka menderita penyakit jantung sejak kecil. Dokter memvonis dia tidak dapat hidup lebih dari 17 tahun.” jelas Ayah.
Naya membaca surat itu. Namun nama yang ditemukannya bukanlah nama Izka. Tapi tertulis sebuah nama yang sangat dikenalnya. ‘Raizkadira Andriano’. Naya semakin terkejut. Jadi Dira adalah Izka, cinta pertamanya yang telah lama hilang?

“Dira menolak pemberian jantung Nathan karena dia merasa tidak pantas menerimanya. Dia terus menangis karena menyesal. Hingga akhirnya kondisinya memburuk. Dia ingin datang pada kita. Namun dia juga takut menghadapi kamu..” jelas Ayah panjang lebar.
Air mata Naya terus meleleh. Dia tidak menyangka kalau Dira lebih menderita dari siapapun karena kecelakaan itu.
Langsung saja Naya berlari menuju rumah Dira. Namun kata Bibik, Dira sudah tidak tinggal dirumah itu. Sekarang Dira tinggal bersama orang tuanya. Dan yang terburuk, Bibik tidak tahu dimana rumah orang tua Dira.
Setelah itu, dia datang kerumah Izal. Dia merengek pada Izal untuk membantunya mencari Dira. Izal yang merasa kasihan pada Naya mengiyakannya. Mereka berdua mencoba mencari informasi dimana Dira. Namun hasil yang mereka dapat tidak selalu sesuai dengan harapan.

***
Dira duduk sendiri diatas kursi rodanya. Dua minggu sudah dia dirawat dirumah sakit. Dan dua minggu pula di tidak melihat Naya. Dia sadar, cinta Naya tidak pantas dia miliki. Naya adalah sosok yang sempurnya. Sedangkan dia hanya seorang pemuda yang begitu rapuh, dengan penyakit jantung yang selalu menghantui. Naya tidak akan bahagia bila bersamanya. Karena itulah dia tidak mengejar Naya saat itu.
Dia memandang selang infus yang bersarang ditangan kirinya yang tidak pernah terlepaskan. Kini dia benar benar rapuh. Selang infuse dan alat-alat aneh dikamarnya lah yang menopang hidupnya kini.
Bunga Aster dikamarnya pun telah lahu. Tinggal menunggu satu demi satu kelopaknya berguguran. Waktunya hampir mencapai batas. Dia tidak memiliki keinginan lagi untuk bersama Naya.
Dira meraih sebuah kertas dan bolpoin dimeja. Kemudian menulis beberapa bait kata dengan tangannya yang terus gemetar.

***
Izal menggedor-gedor pintu rumah Naya pagi-pagi benar. Dia membawa surat dari Dira. Saat itu Naya masih tertidur karena semalaman menangis memfikirkan Dira.

“Ada apa?”

“Surat dari Dira. Gue temuin dibangku elo.” ucap Izal. Dengan tergesa Naya membuka surat itu.

Teruntuk;

Naya, my first love,
Beribu kata maaf, dan sebesar apapun penyesalan, mungkin tidak dapat mengobati luka di hatimu. Namun harus kau tahu, hanya maaflah yang kunantikan selama ini.
Aku tidak berharap kau masih mencintaiku. Aku tidak perduli apakah kau masih mau meneruskan hubungan kita. Aku hanya ingin maaf darimu.
Tuhan telah memberiku kesempatan untuk mendengar kata maaf darimu. Dan kini perjanjianku dengan Tuhan telah mencapai batasnya. Hingga kelopak bunga Aster terakhir akan gugur, saat itulah waktuku akan berakhir.
Kau ingat saat aku tidak masuk ketika MOS? Itu karena aku kembali masuk rumah sakit. Jantungku yang rapuh ini tidak kuat menahan kerasnya kegiatan MOS. Aku terlihat begitu lemah ya?

Sekali lagi, aku meminta maaf Nay. Maaf karena tidak berani menggenggammu lebih erat. Kau tahu? Aku begitu takut. Rasa cinta ini tidak dapat kubunuh. Sekeras apapun aku mencoba, rasa ini selalu saja tumbuh didalam setiap menitnya. Sungguh aku ingin bersamamu. Namun ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat bersatu.
Nay, kata maaf darimu akan mengantarku kedalam dunia yang begitu damai. Disana, segala rasa sakit ini akan sirna. Aku ingin kesana. Aku ingin terbebas, seperti kelopak bunga Aster yang terbang tertiup angin.
Aku akan hidup disetiap udara yang kau hirup, aku akan hidup disetiap kelopak bunga Aster yang berguguran dimusim panas…. Menyertai langkahmu dan selalu bersamamu…
Boleh aku bertanya sesuatu? Apakah kini senyumku masih berharga dihidupmu? Karena dulu dan selamanya, senyummu adalah kekuatan yang membuatku tetap bertahan… Satu kata terakhir dariku yang harus kau tahu…

I fall in love with you, first, now and forever….

Raizkadira….

Tanpa dapat dibendung, air mata Naya meleleh dengan derasnya. Membasahi surat yang berada didalam genggamannya. Lututnya lemas tak bertenaga. Seolah tidak kuat lagi menahan beratnya kesedihan yang dia rasa.

“Kita kerumah sakit Medika sekarang. Dira dirawat disitu!!”

Segera mereka melangkahkan kakinya pergi.
Ditempat lain… Didalam sebuah ruangan yang tertutup, Dira sedang berjuang. Didalam dia berjuang sendirian. Dokter hanya membantunya untuk mengembalikan detak jantungnya yang sempat menghilang.
Diluar, orang tua dan adik Dira sudah didatangkan oleh tim dokter. Mereka harus menerima kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada Dira. Karena kondisi Dira benar-benar menghawatirkan.
Setelah terjebak macet beberama menit, akhirnya Naya dan Izal sampai dirumah sakit. Saat itu Naya melihat orang tua Dira tertunduk sedih. Perasaannya semakin tidak enak. Dia melihat Dira dari kaca daun pintu kamar Dira.
Indy, adik Dira menyadari kedatangan Naya. Dia mengenal gadis itu. Karena setiap hari Dira selalu bercerita tentangnya. Selain itu banyak foto Naya yang tertempel di dinding-dinding kamar Dira.

“Kak Naya kan?” tanya Indy. Indy mengajak Naya duduk disampingnya.

“Kak Dira sering bercerita tentang kakak. Ternyata kakak lebih cantik dari yang ada difoto.” ucap indy.

Naya cukup terkejut. Dari raut wajahnya, dia tidak terlihat sedih dan khawatir pada kondisi kakaknya sendiri. Dia malah cenderung santai.

“Kakak cinta sama kak Dira? Karena kak Dira juga cinta sama kakak.” ucap Indy. Indy menyerahkan sebuah agenda berwarna biru pada Naya. “Kalau sempat, baca ya!!” ucap Naya.

Seorang dokter keluar dari kamar Dira. Orang tua Dira dan mereka semua menghampiri dokter dengan cemas.

“Bagaimana keadaan Dira, dok?” tanya ibu Dira.

“Hampir 80% organ dalam Dira kehilangan fungsinya. Dia tidak dapat bertahan lebih lama lagi…” jelas dokter.

“Tapi bagaimana dengan tlanplantasi?”

“Untuk saat ini, hal itu akan sia-sia saja. Kita tidak dapat melakukan apa-apa kecuali pasrah dihadapan Tuhan…”

Kontan semua mata meneteskan air matanya. Ayah Dira memapah istrinya yang sudah sangat lemas. Indy hanya terdiam tidak mengatakan apapun. Izka juga hanya terdiam. Sementara Naya menerobos masuk kedalam kamar Dira. Dokter ingin menghalangnya. Namun Ayah Dira memberi isyarat untuk membiarkannya. Aku memandang mereka dari sudut kosong.
Naya menghampiri tubuh yang terbaring lemah itu. Matanya terpejam. Banyak sekali alat-alat aneh yang bersarang ditubuhnya. Naya memandang wajah yang memakai masker oksigen itu. Tidak terbayangkan rasa sakit yang dirasakan Dira selama ini.
Diatas meja, dia melihat setangkai bunga Aster yang telah layu. Hanya tinggal satu kelopak yang tersisa. Naya teringat tulisan Dira didalam suratnya.

“Senyuman kamu tetap berharga didalam hidup aku, Dir.” ucap Naya. “Karena itu, aku mohon kamu bangun! Aku tidak akan memaafkan kamu kalau kamu tetap diam seperti ini.”

Naya menggenggam erat tangan Dira.
Perlahan Dira membuka matanya. Dia tersenyum memandang Naya. Dengan tangannya yang gemetar, Dira mencoba meraih wajah Naya. Naya menyabutnya dengan hangat.
Aku membimbing tangan Dira untuk membelai wajah Naya. Dia sedah tidak dapat melakukan itu sendiri.
Angin berhembus melalui celah jendela. Tiba-tiba tangan lemas yang membelai pipi Naya terjatuh, bersamaan dengan gugurnya kelopak terakhir bunga Aster.
Naya masih terpaku. Mata itu, tidak lagi terbuka. Senyum itu, tidak lagi mengembang. Tidak mungkin. Dira tidak mungkin…

“DIIIRRAAAAA!” teriak Naya histeris.

Ia terjatuh dan menangis disamping ranjang Dira. Dia menangis dan terus menangis.
Aku memandang mereka. Ini memang hanyalah cinta yang kecil. Ini adalah jalan kasih yang Naya dan Dira lewati. Cinta ini bukan apa-apa dibandingkan luasnya dunia. Namun cinta yang kecil ini, tlah memberikan senyuman yang tiada pernah terkira.
Didalam kelopak bunga Aster, cinta ini akan tetap ada….


**TAMAT**
******************************************************************************
By.
Naeny
20 Maret 2011
*******************************************************************************