Cerita Hati ( ketika cinta coba menyentuh hati )
Oleh: Deny Fadjar Suryaman
Pagi ini datang dengan cuaca yang cukup cerah, dengan pancaran sinar matahari yang menghangatkan tubuh di kala udara dingin menaungi. Terlihat kaki kecilnya melangkah di tepi jalan, menyusurinya dengan langkah yang anggun. Pagi itu Aini melakukan aktivitas seperti biasanya, pergi ke kampus. Sudah beberapa tahun yang dilalui Aini atas kenangannya bersama Rian. Dan sampai saat ini Aini masih di hantui akan bayang – bayang sosok Rian dihatinya. Entah sampai kapan Aini mampu melepas semua kenangan tentang Rian di hatinya, mungkin hanya waktu yang dapat menjawab itu semua. Sudah berbagai cara Aini lakukan untuk lepas dari kenangan itu, kenangan yang kadang hadir di saat yang tak diharapkan untuk hadir dalam hatinya.
Di tim majalah kampus, Aini memang merupakan kreatif spesialis penulis artikel tentang psikologi dan karya fiksi. Di seminar jurnalistik ini Aini ingin menambah ilmunya tentang penulisan berita atau artikel yang di muat dalam majalah kampus, agar tampilan dalam majalah kampus yang dia tulis menjadi menarik untuk di baca oleh setiap pembaca. Bukan hanya Aini yang mengikuti acara seminar itu, namun salah satu teman dekatnya Dhila Safitri juga akan ikut dalam acara seminar itu. Dhila juga merupakan tim kreatif di majalah kampus, hanya saja Dhila tergabung dalam tim kreatif majalah kampus karena dia merupakan mahasiswa jurusan jurnalistik yang juga sebagai ketua tim kreatif majalah kampus. Dhila memang lebih aktif di organisasi kampus dibandingkan dengan Aini yang mengikuti kegiatan di kampus hanya untuk menyibukkan diri agar dapat lepas dari kenangannya. Dhila, selain menjabat sebagai ketua di tim kreatif majalah kampus, dia juga menjadi salah satu anggota di organisasi kampus sebagai sekretaris.
Pagi itu Aini sudah janjian dengan Dhila untuk berangkat ke kampus bersama. Mereka bersepakat bertemu dihalte tempat biasa mereka menunggu angkutan umum yang menuju kampus. Dan pagi itu Aini datang lebih dulu ke halte tersebut. Setelah menunggu sekita lima menit, akhirnya Dhila pun datang menyusul Aini di halte.
“pagi Aini, maaf menunggu lama”. Sapa Dhila dengan nada bersalah.
“iya gak apa apa kok, aku juga baru sampai di sini”. Balas Aini pada Dhila.
“oh yaudah, hayu kita berangkat, itu bus yang ke arah kampus sudah datang”. Ajak Dhila pada Aini agar dia bangun dari duduknya.
Pagi itu kendaraan umum terlihat ramai, dan jalanan pun terlihat sedikit padat. Mereka berdua sengaja berangkat lebih pagi, karena Dhila merupakan salah satu panitia di acara seminar itu. Meskipun Aini bukan salah satu panitia, tapi Aini sengaja berangkat bareng bersama Dhila agar ada teman ketika di perjalanan ke kampusnya.
Ketika Aini sedang asyik menulis di laptop yang selalu dia bawa ke kampus, datang menghampirinya seorang yang tidak di kenalinya dan duduk dengan tenang di sampingnya.
“hey, tadi kamu ikut seminar jurnalistik juga yah? Tadi aku lihat kamu serius duduk di acara seminar itu”. Lelaki itu mencoba mengawali perbincangan.
“maaf kamu ngomong sama aku?”. Tanya Aini samar.
“yah, siapa lagi, sekarang kan aku duduk di sebelah kamu, gak mungkin juga kan aku ngomong sama orang yang di sana”. Jelas lelaki itu.
“emang kamu kenal dengan aku?”. Tanya Aini kembali.
“upstt, iya maaf, aku belum memperkenalkan diri aku. Mungkin kamu gak kenal dengan aku, tapi aku cukup mengenal kamu, karena aku sering membaca tulisan kamu di majalah kampus. Nama aku Deny Fadjar, cukup panggil aku Deny saja. Aku mahasiswa jurusan jurnalistik semester empat”. Terang lelaki itu dengan nada yang tegas dan jelas.
“oh yah, aku Aini. Terima kasih kamu sudah baca tulisan yang aku buat”. Jawab Aini.
“Berarti kamu satu angkatan dengan Dhila Safitri, anak jurnalistik juga, dia ketua tim kreatif majalah kampus?”. Aini bertanya karena teringat dengan teman dekatnya itu.
“ iya, aku satu angkatan dengan dia, Cuma aku berbeda kelas dengan dia, dan aku tak cukup kenal dengan dia, hanya tau dia saja”. Deny mencoba menjelaskan.
Mereka pun berjabat tangan, yang menandakan mereka sudah saling kenal.
“oiya, tulisan – tulisan kamu yang di muat di majalah kampus sangat menarik dan bermanfaat. Aku selalu cepat dapat inspirasi setelah membaca tulisan kamu. Boleh kapan – kapan kita berdiskusi tentang karya sastra dan penulisan artikel fiksi maupun non fiksi?”. Ajak Deny pada Aini dengan menatapnya.
“yah, kita lihat saja. Sekarang aku harus segera pulang karena hari sudah sore”. Jawab Aini singkat.
Aini pun beranjak dari bangku taman, dan segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Deny yang masih duduk di bangku itu.
Sore hari yang dihiasi mentari yang bersiap untuk tenggelam di barat langit. Warna biru langit yang sudah bercampur dengan jingga, yang jadikan langit sebagai lukisan alam yang mempesona. Seperti biasa Aini selalu datang lebih dahulu dibandingkan dengan Dhila. Aini sudah duduk sekitar lima belas menit, dan sudah mampu menulis satu puisi yang menggambarkan suasana di sore itu.
‘ketika angin menyentuh senja’
Senja
Lukisan jinggamu terlihat ketika mentari terbenam
Di sudut langit yang terbentang di angkasa
Yang warnai hari ketika sore datang
Sore ini angin berhembus ringan
Menyentuh pipiku yang diam membatu
Tak di dekati, namun menghampiri
Ramaikan suasana dengan goyangkan dedaunan
Diiringi kicau sang gereja kecil
Hembusannya lenyap bersama senja
Dalam rona jingganya yang terlukis
Yang teraut dalam wajah langit sore ini
“hay Aini, serius banget sih kamu nulisnya, maaf yah, lagi – lagi aku telat datang”. Tegur Dhila sambil melontarkan senyum pada aini sebagai tanda permintaan maafnya.
“yah, sudah biasa kamu datang telat kok, jadi gak usah minta maaf”. Aini menjawab.
“kamu sudah dari tadi?”
“belum juga, yah kira – kira lima belas menit lebih”.
“oiya, aku bawa tulisan artikel yang akan di muat di majalah kampus kita nanti. Dan aku fikir tulisan ini sngat menarik untuk di baca oleh pembaca setia majalah kampus kita”. Dhila berbicara dengan lugas.
“tulisan kamu?
“bukan, ini tulisan dari orang lain yang mengirim tulisan ini di kotak suara majalah kampus kita. Kalau dari kertas ini sih nama penulisnya adalah Deny Fadjar”. Jelas Dhila.
Tersentak, Aini yang sedang meminum kopinya pun merasa kaget mendengar nama penulis yang menulis artikel yang di bawa Dhila.
“siapa yang menulis artikel itu?”. Tanya Aini dengan nada serius.
“Deny Fadjar, disini ditulis kalau yang ngirim tulisan ini namanya Deny fadjar”. Dhila menjelaskan kembali.
Aini pun terdiam, dan melanjutkan tulisannya sambil berfikir apakah nama Deny yang ada di artikel itu adalah nama yang sama dengan seseorang yang kemarin berkenalan dengannya di taman kampus.
Sudah tepat pukul 08.00 WIB, sudah waktunya Aini beragkat ke kampus, apalagi dia tau jika hari ini ada deadline penyerahan artikel yang akan di muat dalam majalah kampus edisi minggu ini.
Seperti biasanya dengan hari – hari kemarin, Aini selalu duduk di bangku taman favoritnya. Kali ini dia duduk sambil mendengarkan musik di computer genggem yang selalu dia bawa, dan pastinya sambil memainkan jemarinya untuk merangkai kata.
“lagi duduk sendiri aja nih? Boleh aku temani?”. Deny seketika duduk disamping Aini.
“huuh, kamu tuh mengegetkan aku aja”. Jawab Aini dengan nada kaget.
“lagi ngapain sih, serius banget kayanya? Gak ganggu kan kalau aku duduk si sini?”.
“bukannya kamu kemarin juga kaya gini yah? Sembarangan duduk disamping orang dan langsung Tanya kaya orang yang kenal. Hehehee. Oiya, aku mau tanya. Apa kamu yang ngirim artikel ke kotak suara majalah kampus? Tadi Dhila nunjukin artikel yang nama penulisnya sama kaya kamu”.
“yah, kenapa?”. Jawab Deny singkat.
“gak kenapa – kenapa sih, aku Cuma tanya aja. Artikel kamu yang kasih layak untuk di muat katanya, dan akhirnya di muat dalam majalah kampus edisi minggu ini”. Jelas Aini.
“oh ya? Padahal aku cuma iseng aja loh ngirim tulisan itu. Yah maksudnya sih ke situ juga, tapi gak terlalu berharap untuk bisa di muat di majalah kampus juga. Hehehee”.
“hey Aini”. Teriak Dhila pada Aini yang sedang berjalan keluar kelasnya.
Aini pun langsung menengok dan memberhentikan langkahnya karena merasa kenal dengan suara yang terdengar di telinganya.
“kemana aja kamu, sudah jarang pergi sama aku lagi nih. Denger – denger kamu lagi deket sama cowok yah? Siapa – siapa? Masa kamu gak mau kasih tau ke temen deket kamu yang satu ini sih”. Celetuk Dhila dengan penasaran.
“deket dengan siapa?”.
“kalau aku gak salah info sih, namanya Deny yah?”,
“oh itu, dia anak jurnalistik sama kaya kamu, masa kamu gak kenal? Oiya, dia juga yang kirim artikel yang menurut kamu itu bagus, dan akhirnya kamu merekomendasikan untuk di muat di majalah kampus itu”. Jelas Aini.
“oh yah? Yang bener?”.
“ya”. Jawab Aini dengan singkat dan langsung berjalan keluar kampus untuk pulang ke rumah.
“maaf aku telat datang yah? Kamu sudah lama”. Deny memulai pembicaraan malam itu, setelah mereka berdua memesan makanan untuk masing – masing.
“gak kok, kebetulan aku yang datang duluan. Aku juga baru sampai. Oiya, katanya ada yang mau kamu bicarakan tadi ketika di telpon, ada apa? Penting?”. Aini membalas.
“yah, penting menurut aku. Tapi aku gak tau harus memulainya dari mana”. Deny coba untuk dapat menjelaskan apa yang ada di hatinya.
“yah bilang aja dulu apa yang mau kamu bicarakan”. Aini coba menenangkan suasana.
“aku suka sama kamu Aini”. Jawabnya dengan pelan.
“apa? Aku gak jelas dengernya, kamu bicaranya agak keras dikit kenapa”
“aku suka sama kamu Aini”. Dengan nada yang seikit Deny keraskan.
“yah, aku suka sama kamu semenjak lihat kamu pertama kali di seminar waktu itu. Gak tau pembicaraan ini penting atau gak buat kamu, atau cuma buang waktu kamu aja. Tapi aku harus bilang ini karena ini yang ada di hati aku dari waktu itu”. Jelas Deny.
PENULIS:
Fb : denyfajarsuryaman@rocketmail.com
Twitter : @denyfadjar
Denyfadjarsuryaman.blogspot.com
Baca juga cerpen lainnya dalam sekuel Cerita Hati berjudul Cerita Hati (Ketika Hati Tak Mampu Mengungkapkan) dan Cerita Hati (Ungkapan Tentang Perasaan).