Feb 9, 2011

Cerpen "Hujan Di Mata Shinta"

Cerpen yang berjudul "Hujan di Mata Shinta" ini merupakan cerpen kedua karya Mars Haysurd. Cerpen pertamanya bisa dilihat dalam Cerpen Romantis "Sepenggal Cinta Di Hati Elang".

HUJAN DI MATA SHINTA
Oleh: Mars Hayrusd

Tak ada yang istimewa pada lelaki itu di mata Shinta. Semua serba biasa, dari sisi mana pun lelaki itu standar saja, tak ada yang lebih dibanding dengan pria lain. Tapi mengapa lelaki itu selalu membikin gelisah Shinta, dia tak lagi bisa berpikir logis. Lelaki itu yang membuat Shinta kelimpungan dan merasa dirinya tak punya arti, harga diri yang dia miliki habis tergadai. Kangen, ingin jumpa, jalan berdua itulah angan-angan yang memenuhi kepalanya. Baginya kangen adalah luka yang paling nikmat. Kangen yang membuat hatinya sakit dan benci, sekaligus keindahan yang tiada tara.


Sungguh! Keberuntungan yang luar biasa bagi siapa saja yang bisa menaklukkan hati Shinta, seorang wanita karir selain cantik dia juga lincah dan cerdas, dari keluarga terpandang, begitu sempurna predikat yang disandangnya. Sangat mustahil bagi lelaki manapun yang bisa mendapatkan Shinta kalau tanpa punya nilai plus dibanding dengan lelaki pada umumnya. Paling tidak selain cakep dan pinter dia harus kaya, sudah punya pekerjaan mapan. Tetapi mana mungkin ada lelaki sesempurna itu di kampung Shinta. Para pemuda yang ada di lingkungan sekitarnya mayoritas kaum buruh, kuli bangunan, kuli pabrik dan pekerja kasar lainnya, yang taraf pendidikannya jauh di bawah Shinta.

Shinta yang jadi kembang kampung sudah terbiasa jadi perbincangan lelaki di sekitarnya. Kecantikan yang dimiliki juga kepandaiannya di atas rata - rata, sehingga menimbulkan rasa iri pada gadis gadis lain. Kenapa hanya Shinta yang jadi bahan obrolan dan perhatian pemuda-pemuda di kampungnya. Bagi Shinta hal itu sudah terbiasa, kecantikan dan kecerdasan yang dia punya merupakan anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Tak ada kamus bagi Shinta untuk sombong apalagi tinggi hati, merasa istimewa dengan segala kelebihanya. Semua dia jalani apa adanya, tanpa rekayasa , mengalir apa adanya.

Tapi mengapa akhir-akhir ini kegelisahan melanda dirinya. Lelaki yang tak pernah dia tahu dari mana asal muasalnya dan apa profesinya, semua masih dalam samar dan gelap, dialah penyebabnya. Bayangannya selalu menghantui hari-harinya, saat terjaga wajahnya selalu nyata di depan mata, saat terpejam pun lelaki itu tak pernah hilang dari lamunan. Tak tahu apa yang mesti dia lakukan. Mau bertandang ke rumah laki laki itu, ah tidak mungkin ini satu kekonyolan, satu kebodohan yang tak akan termaafkan, satu hal yang sangat tabu bagi wanita berkunjung ke tempat laki- laki. Bila nekat pasti akan ada stigma miring kalau dia wanita yang tak punya harga diri, wanita murahan yang bisa dibawa oleh siapa saja. Semua keinginan yang menghentak hentak dalam hatinya harus dia tahan sampai kapan, dia tak tahu .

    “Haruskah aku mengejar badai, sedang sampanpun tak pernah ku dayung. Haruskah kutaklukkan ombak, sedang riakpun tak pernah kulewati?” 
Shinta tak punya nyali untuk menemuinya, tapi batinnya memaksa menghampiri lelaki itu.
    “Kau apakan aku hingga aku tak kuasa menolaknya? Semua daya tahanku lumpuh tersedot oleh pesona gaibmu. Jaran goyang atau sabuk mangir kah yang membelitku, sampai nalarku tercabik tinggal remah remah yang tersisa. Kau lelaki bawalah aku sesukamu, kemana kau pergi aku mengikutimu. Bahagiakan aku, agar aku tak termangu dan terbangun dari lingkar mimpi.”rintih Shinta dalam kesendiriannya.

Memang cinta tak bisa diukur dengan harta, ketampanan wajah atau apa saja yang bersifat lahiriah. Cinta adalah masalah hati. Cinta memang anugerah yang tak bisa dihindari dan bahkan harus disyukuri. Tapi cinta macam apa yang dilakoni Shinta dengan lelaki itu.

    “Jika matahari bisa menerangi ragaku , mengapa dirimu tapi tak mampu jadi lentera hidupku. Sejuta kerikil tajam menghalangi langkahku tak kupedulikan itu. Aku mohon hatimu lapang seluas samudera yang sanggup menampung derasnya air mengalir dari hulu, samudera tak pernah mengeluh apalagi marah, walaupun air itu keruh bahkan membawa bangkai.” Gelisah yang tak tertahan mulai menyesaki dada Shinta, mulai ada genangan yang mendanau di kedua pelupuk matanya.

Dia akan mencari dan tetap mencari lelaki itu di ujung gang, di lorong lorong, di selokan serta keriuhan pohon dan dedaunan, terbang di awan tanggi, ke langit biru dan menukik tajam di lembah ngarai, di ceruk gua, tak peduli baginya, yang penting bisa dia dapatkan lelaki itu, atau paling tidak, mencium bau tubuhnya saja dia sudah rela. Tapi lelaki itu tak kan pernah dia temui keberadaannya.

    “Inikah karma yang harus kuterima?” sesal Shinta.
    “Sekejam itukah dia, harus kubayar dengan apa penyesalan ini?”
Sebenarnya tak ada kesengajaan di hati Shinta untuk merendahkan lelaki itu di mata siapa saja, mungkin hanya saat itu waktunya kurang tepat, ketika keluarga besarnya berkumpul di suatu acara arisan, sehingga ajakan perkenalan lelaki itu dia abaikan. Akhirnya hanya kemurungan yang menyelimuti hari-hari Shinta.

*****

    “Apa sih untungnya kenal lelaki macam dia, lelaki sundal penghisap wanita dan memoroti hartanya setelah dia pecundangi.” ujar Pinkan sahabatnya saat makan di kantin kantornya. ”Ya banyak sih Pink, kayaknya dia tipe lelaki pendiam, gak banyak tingkah, dewasa dan yang jelas dia pelindung wanita.” jawab Shinta.
    “Hai Shinta, kamu tak tahu kalau lelaki itu dimanapun tak jauh beda dengan kadal. Kulitnya mulus licin mengkilat saat dipandang, tapi sangat bertolak belakang dengan hatinya, otaknya culas, bercabang – cabang, sudah punya istri lima masih ingin cari mangsa, dan siapa tahu kalau dia itu teroris yang dicari cari, kan kamu belum kenal dia secara dekat toh?” balas Pinkan sengit.
Shinta masih tetap bersikukuh dengan keyakinannya, kalau dia itu lelaki baik , mengerti perasaan wanita dan bisa dijadikan tempat berlabuh.

    “ Gerangan apa yang dipakai lelaki itu untuk menaklukkan semua wanita? Sehingga dengan mudah dia bisa mengadali siapa saja yang diinginkannya, termasuk kamu.”sela Pinkan geregetan.
Dalam batin Pinkan ia sangat kasihan pada sahabatnya, padahal dia bisa mencari pemuda yang lebih di atas segalanya dibandingkan lelaki itu yang tak karuan juntrungnya.
    “ Keterlaluan, ini benar- benar di luar nalar, kamu terkena pelet jaran goyang atau mungkin juga kesihir sabuk mangir, dasar edan!” gerutu Pinkan.
    “Aku memang edan Pink, edan pingin ketemu dia, karena kamu tak merasakan sendiri maka kamu bisa mencercaku kayak gini.” sahut Shinta.
    “ He! mestinya kamu bisa berpikir sehat dong, banyak teman teman kantor kita yang cakep juga pinter-pinter seperti Rony, Arya, Herman, dan lainnya tapi kenapa kamu harus milih cecunguk itu sih?” balas Pinkan.
    “ Pinkan, cinta apa harus dipaksakan, walaupun mereka cakep tapi kalau aku gak suka harus gimana?” balas Shinta diplomatis.
    “ Yaa... terserah kamulah.” Pinkan enggan meneruskan perdebatan dengan sahabatnya. Dia hanya bisa menahan gelisah dalam fikirannya, kamu terlalu polos Shinta, kamu terlalu lugu dengan laki- laki, kamu anggap dunia ini sama dengan dirimu, jika kita berlaku baik pasti akan dibalas kebaikan, tapi realitanya lain, ini bukan dunia mimpi, realita tak seindah yang kamu kira, kamu mudah terbius dan percaya dengan gombalannya, padahal kamu pinter bisa menalar setiap segala permasalahan, tetapi kali ini mengapa tidak. Kamu cantik penuh dedikasi, tapi kenapa hanya karena soal laki laki itu semua jadi berubah, pikiranmu jadi kacau.

****

Sangat susah menghubungi Shinta setelah perbincangannya di kantin kemarin. Kepanikan mulai menggelayuti hati Pinkan, berkali kali hanphone sahabatnya dihubungi tak diangkat padahal ada nada masuk, apa dia marah atau tertusuk perasaannya saat aku bicara tentang cecunguk itu. Kemana dia sampai jam segini belum masuk kantor, padahal hari ini ada jadwal rapat dengan pimpinan? Batin Pinkan tak tenang.

Tak sabar Pinkan datang ke rumah Shinta. Kebetulan rumah Shinta kosong, keluarganya hari ini ada acara keluar kota untuk menghadiri salah satu saudaranya yang menikah. Berkali kali dia ketuk pintu tak ada jawaban dari dalam, sepi tak ada sahutan sama sekali. Rasa penasaran di hati Pinkan makin tak terbendung, dia segera buka pintu karena tak terkunci. Di ruang tamu sambil menuju kamar sahabatnya tak henti Pinkan teriak panggil – panggil Shinta, betapa kagetnya Pinkan ada bercak darah terlihat dari kolong pintu kamar Shinta. Pinkan teriak sekerasnya sehingga teriakannya didengar tetangga sebelah.

    “Ada apa?” para tetangga berlarian masuk rumah Shinta, tapi pintu kamar terkunci dari dalam. Para tetangga mengupayakan bagaimana pintu bisa terbuka tanpa merusaknya, namuan tak berhasil, jalan satu satunya harus mendobrak sekuat tenaga agar pintu bisa terbuka. Semua yang masuk kaget dan menjerit termasuk Pinkan, dia teriak histeris tak menyangka kalau sahabatnya akan berbuat senekat ini.

Bercak darah berasal dari tangan Shinta, ada sayatan di pergelangannya sebelah kiri Shinta, kucuran darah dari nadi yang terpotong membasahi seluruh seprei dan bantal bahkan ada muncrat di sela sela dinding. Pisau silet tajam masih tergeletak di samping tubuh Shinta yang sudah tergolek lunglai karena kehabisan darah, diperkirakan tiga jam darah itu mengucur dari nadinya.

Ada selembar kertas tak jauh dari pembaringannya tertulis, "Sayatan nadi di tangan ini serasa sangat pedih dan menyakitkan, tapi aku sangat menikmatinya, namun lebih pedih lagi bila cintaku terabaikan, seperti yang kurasa saat ini, maafkan semuanya bila aku telah mengecewakan kalian".

Kenapa harus berakhir setragis ini? Batin Pinkan terguncang, bibirnya terkatup rapat tak sanggup mengeluarkan kata sepatah pun.
Ada hujan di mata Shinta yang tak terbendung, menggenang membasahi seluruh hati sahabat-sahabat dan juga keluarganya.


===================================================================
Catatan tentang Penulis
Mars Hayrusd / Omar Effendy
Pernah Aktif di Teater Girli Genteng - Banyuwangi dan Dunia Kepenyiaran/ Sebagai penyiar Radio Swasta di Banyuwangi. Puisi dan cerpennya sering dimuat di Harian Radar Banyuwangi.
Alamat : Jajag – Banyuwangi – Jatim
===================================================================