CHATTING ...
By. Shinta Trinovia Kumalasari
Iya chatting. Kenapa, apa ada yang aneh
atau keliru..?? Sampai harus bengong, melotot dan heran. Biasa saja lah, WOLES
saja. Hahaha .
Siapa sih yang gak tau dengan namanya
chatting, facebook, twitter, YM, koprol, atau mig33. Itu seperti ladang buat
remaja-remaja sekarang untuk sekedar mencari kenalan,majang foto-foto narsis
atau bahkan meng-GALAU dengan status-status ala cinta remaja masa kini. Semua
itu sah-sah saja di jaman serba edan ini. Orang yang tempatnya jauh serasa
dekat tapi yang dekat seolah menjauh.
Dan Rania adalah salah satu remaja yang
kecanduan yang namanya Facebook. Lebih baik sehari gak jajan deh daripada harus
relain pulsa abis yang akibatnya dia gak bisa buka akun Facebooknya. Bukan
apa-apa karena dari facebook dia serasa menemukan dunia baru yang benar-benar
dia inginkan. Kenal dengan banyak orang,berkomentar di status orang yang kadang
sama sekali tak dikenalnya atau hanya lempar-lemaparan jempol di status teman.
Semua terasa menyenangkan... apalagi sejak sang ayah membelikannya notebook dan
modem anti lelet impiannya. Bisa dihitung lah berapa lama waktu Rania yang
tidak dihabiskan di depan notebook barunya itu. Apalagi sejak ia kenal dengan
Agra teman facebooknya. Huuhh...lebih parah lagi itu.
Tingkah Rania berubah seketika di sekolah
dia lebih suka mantengin handphonenya buat chatting dengan Agra di dunia yang
lain yaitu mig33. Masih satu dunia sih sebenernya sama facebook tapi kan
berhubung Rania online pake hape jadi ya gak bisa kalau chattingan lewat
facebook. Sosok Agra seolah menyihir Rania yang lugu. Menurutnya Agra adalah
sosok yang ia impikan baik,perhatian dan bisa mengerti apa yang Rania inginkan.
Maklum saja Rania memang haus akan itu semua bahkan mungkin Rania hampir lupa
rasanya diperhatikan. Keluarganya broken home, kakaknya ada di luar negeri
sedangkan sang ayah sibuk berbisnis kesana-kemari. Hanya sesekali saja menelpon
Rania untuk menyakan kabar dan keadaannya.
Tapi,akhir-akhir ini Agra off dari dunia
maya. Tak ada status yang ia tulis dan tak ada pula pesan yang ia kirim untuk
Rania. Hati Rania benar-benar gelisah dia kelimpungan bahkan tak mau makan
gara-gara hal itu. rania kembali dalam kesunyiannya tak ada senyuman yang ada
di bibirnya semua kembali seperti semula. Murung dan terdiam.
“Jangan
sedih Rania manis ... aku gak akan ninggalin kamu kok. Agra ...:)”
Rania tertegun membaca sepucuk surat yang
ia temukan di depan gerbang rumahnya. ia celingukan mencari pengirim surat
misterius itu. kenapa ada nama Agra disana dan apa mungkin Agra mengiriminya
surat. Tapi apa mungkin kantor pos menerima surat tanpa perangko dan tanpa
amplop. Atau ini modus pengiriman baru dengan botol bekas air minum?
Hahh...semuanya serba tak masuk akal dan ganjal di hati Rania. Tanpa pikir
panjang Rania membuang botol bekas berisi surat itu ke tong sampah depan
rumahnya. “pasti orang iseng,”batinnya.
Ada hal aneh di sekolah, semua mata
menjurus ke arah Rania. Dari atas sampai bawah mata-mata itu seolah
menelanjangi setiap langkah kaki Rania. Rania bertambah gugup ketika Keke
menyapanya dengan
sapaan
yang aneh “wah..gak nyangka gue. Elu jadi model ya. Bagus-bagus tau gak hasil
jepretannya. Selamat ya..”
Rania semakin bingung dengan semua yang
baru saja terjadi. matanya berkeliaran mencari-cari sesuatu, dan .... yaaap ini
dia. Ini adalah sumber dari semua keanehan pagi itu. matanya melotot seolah tak
percaya. Foto-fotonya terpampang di mading sekolah. Bukan jepretan orang biasa
seperti fotografer yang sudah mahir,lengkap dengan semua editan-editan yang
berkelas. Luar biasa!! Anehnya sama sekali Rania tidak merasa pernah berpose
atau melakukan pemotretan seperti itu. semua foto jelas seperti foto yang tak
disengaja tapi punya nilai estetika. Lalu siapa yang melakukan ini tanpa
sepengetahuannya? Tak ada yang dekat dengannya akhir-akhir ini. Hanya Agra
temannya di dunia maya yang tiba-tiba lenyap di telan bumi. Rania benar-benar
dirundung rasa penasaran yang luar biasa. Foto-foto itu diambil sekitar tiga
sampai empat bulan belakangan ini. Dan jangka waktu itu saat-saat ia berhubungan
dengan Agra sebelum akhirnya ia menghilang. Rania segera membereskan foto-foto
di mading dan memasukkannya ke dalam tas. Dia sudah tak kuat menahan rasa malu
di depan teman-temannya.
Di rumah Rania langsung beraksi. Membuka
semua akun mayanya. Dari mulai facebook,twitter bahkan mig33. Dia sangat
berharap bisa bertemu dengan Agra dan meluapkan semua unek-uneknya saat ini.
Tapi semuanya tetap nihil. Ia sudah mengulang semuanya berkali-kali. Tapi sama
saja, tak pernah ada hasil yang diharapkan. Semuanya percuma. Di tengah keputus
asaannya tiba-tiba handphonenya berdering. “nomer dirahasiakan.” Tak biasanya
ada panggilan masuk dengan nomer rahasia seperti ini. “ahh..paling juga orang
iseng”gumamnya. Tapi berulang-ulang nomer itu menelpon sampai membuat Rania
merasa risih juga. Terpaksa Rania
mengangkatnya,
“halo..”
“lama
banget sih Ran... apa kamu gak inget besok itu tanggal berapa? Kalau kamu inget
besok datang ya ke tempat biasa dulu,pake baju favoritmu dulu pas ketemu aku.
Jam 3 sore”
Belum sempat Rania bertanya siapa yang
menelponnya telpon itu sudah terputus. Rania berusaha mengingat pemilik suara
serak basah itu. Tapi percuma saja tak ada yang terbersit sedikit pun.
“Tok..tok..tok” suara itu membuyarkan lamunan Rania. Pembantunya memberikan
kotak kecil warna merah jambu. Tanpa nama pengirim dan juga alamat yang jelas.
Surat kaleng lagi. Tapi ini bukan surat melainkan puzzle. Rania semakin tak
mengerti ia merasa tengah diteror. Tapi apa yang diinginkan teroris darinya?
Baju,coklat,atau sepatuku? Ah..ada-ada aja. Puzzle acak-acakan yang gak jelas
susunannya. Seperti potongan kertas yang di gunting tak beraturan. Yang sudah
dimakan kuda dan di muntahkan lagi karena gak mungkin kuda makan kertas.
Kertasnya benar-benar kusut dan berwarna tak lagi merah jambu. Warna merah
jambunya sudah memudar seperti sudah diinjak-injak dan di dekatkan tungku
pembakaran sehingga agak-agak coklat gosong. Benar-benar sulit dibaca deh
puzzlenya. Semalaman Rania mencoba menggabungkan potongan-potongan itu. belum
juga ketemu maknanya. Malam merayap naik hingga matahari samar-samar bersinar.
Akhirnya Rania bisa menyatukan potongan-potongan itu tapi masih ada bagian yang
kosong disana. Rania mencoba berfikir, “Hah..botol bekas itu.” rania berlari
keluar rumah mencari-cari botol bekas di tong sampahnya. Sia-sia saja karena
tong itu sudah bersih. Rania tampak sangat lelah dan kecewa. Ia merasa ceroboh
dan bodoh tak pernah berfikir kalau botol itu ada gunanya.
“Mbak nyari apa?”tanya pembantu Rania.
“botol
bekas mbok. Di dalem situ ada suratnya.”
“apa
seperti ini?” (sambil menyodorkan botol bekas).
Wajah
kusut Rania seketika langsung berubah jadi sumringah,” kok ada di kamu mbok?
Kan udah aku buang?”
“Ada
cowok yang ngasihin itu ke mbok non..tapi gak tau siapa?”
“cowok?”
Rania bingung. Ia celingukan melihat orang-orang yang lalu lalang di depan
rumah. Berharap bertemu cowok misterius itu.
Rania ngerasa percuma aja nyari-nyari
cowok yang sama sekali gak ia tau mukanya. Ia memutuskan untuk melanjutkan
menyusun puzzle di kamar. Sebelumnya ia membuka botol bekas yang sempat
dibuangnya berharap menemukan kata kunci untuk memecahkan misteri ini. Tanpa
disangka ia menemukan potongan puzzle ini. Padahal seingatnya tak ada potongan
kertas ini sebelumnya. di dalam botol juga ada pena kecil yang
bertuliskan,”using this pen.” Rania semakin bersemangat menuntaskan puzzle ini.
“Singapura 2006-Adenium caffe-Agra”
Rania terkejut membaca tulisan puzzle
itu. dia langsung bergegas mandi dan tancap gas ke sebuah tempat. Rania seolah
baru menyadari sebuah hal dan ingin segera bertemu lelaki misterius itu. Satu
jam..dua jam... sudah lebih dari dua jam Rania menunggu tapi lelaki itu tak
kunjung tiba. Ada rasa kecewa menyerbu di dalam dadanya.
Bila
rindu ini .. masih milikmu.. harus berapa lama aku menunggumu.
Aku
menunggumu....
Lantunan syair itu membuat getaran
berbeda dalam diri Rania. Ia menoleh ke belakang dan melihat seorang lelaki
yang melempar senyum manis kepadanya. Lelaki itu menaruh gitarnya dan
menghampiri Rania..
“masih
ingat denganku?”tanyanya.
“Kamu...Agustinus
Rahardian. Sahabat kecilku dulu. Kamu masih ingat semuanya...bahkan hal kecil
seperti lagu ini,”tangis Rania.
“aku
mengingatmu selalu Ran...hari ini aku nungguin kamu. Dan maaf kalau aku suka ngejepret kamu
diem-diem,nempel itu di mading sekolahmu dan neror kamu sebagai Agra. Apa kamu
lupa semuanya bahkan tak mengira Agra itu aku?”
“Semuanya berbeda
Gus...tak seperti dulu. Aku saja lupa Agra itu singkatan namamu. Maafin aku
ya.. begitu mudahnya aku lupa. Pengaruh usia mungkin.. kapan kamu datang?”
“sebelum
aku cerita aku pengen kamu jawab pertanyaanku dulu.. apa celotehan kita dulu bisa
jadi nyata? Aku datang ke Indonesia Cuma buat kamu. Apa kamu mau kelak jadi
pendampingku di pelaminan?”
Rania
kaget ini seperti sebuah petir di siang bolong baginya. Dilamar di tengah
kebingungan dan kelinglungan.
“tak
usah tergesa-gesa Gus...hati ini masih milikmu kok.”
Agra atau Agustinus Rahardian tersenyum
dan menggandeng Rania untuk bernyanyi bersama di caffe. Tak ada yang tau jalan
hidup seseorang, semuanya terjadi begitu saja. Begitu juga Rania dan Agra yang
menjalani semuanya seperti air yang mengalir.